Editorial

ANTISIPASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Dibanding masa-masa kritis karhutla musim kemarau tahun 2015 silam, data hotspot di Kalbar itu memang masih rendah.

Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/NOVI SAPUTRA
Pemadam kebakaran gabungan dari Manggala Agni, BPKS hingga BPBD berjibaku memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Singkawang Utara, Kamis (14/7/2016). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memang masih menjadi momok setiap memasuki musim kemarau.

Tak hanya merusak ekosistem, kebakaran hutan dan lahan juga memicu terjadinya kabut asap pekat yang sangat mengganggu aktivitas dan kesehatan manusia.

Seperti sangat dirasakan oleh masyarakat Kalbar, Kalteng, Kalsel, Riau, Sumsel pada musim kemarau tahun 2015 silam.

Begitu juga memasuki musim kemarau tahun ini, dalam tiga hari (10-12/8) terakhir polusi asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai menyelimuti wilayah Kota Pontianak, Kubu Raya, Landak dan Bengkayang.

Kondisi ini, dikhawatirkan akan semakin mengganggu aktivitas warga, terutama dalam masalah kesehatan.

BACA JUGA: Jokowi Minta Penegak Hukum Serius Tegakan Aturan Kebakaran Hutan

Tahun ini, Kalbar masih termasuk daerah yang rawan terjadinya karhutla bersama Kalimantan Tengah, Kalimatan Timur, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jambi.

Berdasarkan pantauan Satelit NOAA pada Kamis (10/8/2016). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak mencatat terdapat 56 sebaran titik api (hotspot) di wilayah Kalimantan Barat.

Menurut Prakirawan BMKG Supadio Pontianak, Dasmian Sulviani, kepada Tribun Kamis (10/8/2016), dari 56 sebaran hotspot tersebut, di wilayah Kabupaten Sanggau terpantau memiliki jumlah terbanyak titik api, yakni 17 hotspot.

Selanjutnya wilayah Kapuas Hulu (10 hotspot), Melawi (9), Sintang (8), Landak (7), Ketapang (4), serta Bengkayang (1).

Dibanding masa-masa kritis karhutla musim kemarau tahun 2015 silam, data hotspot di Kalbar itu memang masih rendah.

Karena berdasarkan pantauan satelit Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Selasa (15/9/2015) terdapat 630 titik panas di Kalteng, Kalbar (260), dan Kalsel (74).

Mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang sepertinya sudah menjadi langganan dari tahun ke tahun, sudah saatnya semua instansi yang terkait dengan upaya pencegahan dan penanggulangan karhulta, bergerak dari sekarang.

BACA JUGA: Hot Spot Meningkat! Satgas Karhutla Sanggau Gelar Apel Luar Biasa

Langkah anggota Polri dan TNI di Kabupaten Sekadau melakukan patroli hingga ke desa-desa dan dusun di Kecamatan Nanga Taman guna memberi pemahaman bagi masyarakat tentang bahaya Karhutla, sudah tepat.

Langkah yang dilakukan di antaranya sosialisasi dengan memberikan imbauan kepada masyarakat, baik dari segi undang-undang yang dilanggar dan ancaman hukuman, serta jumlah dendanya.

Kemudian dampak asap yang ditimbulkan akibat pembakaran dari segi kesehatan, yang dapat menimbulkan penyakit ispa, anak sekolah diliburkan, dan juga berpengaruh terhadap transportasi baik udara, darat dan laut.

Demikian pula langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Program Pembangunan PBB memberi pelatihan dasar menangani karhutla di 75 desa di Kalbar, Riau, Jambi, Sumsel beberapa hari lalu juga sangat tepat.

Dilanjutkan pelatihan bagi 490 orang dari 49 desa rawan kebakaran lahan di 5 kabupaten/kota di Kalteng oleh tim dari UNDP dan Program Reuksi Emisi dan Deforestasi dan Degradasi Hutan/Lahan (REDD+) di Palangkaraya.

BACA JUGA: TNI Polri Bersinergi Patroli dan Sosialisasi Dampak dari Karhutla

Mulai Kamis (11/8) sampai pertengahan Agustus 2016, mereka dilatih pengenalan alat pemadaman dasar, kode komunikasi, sistem komando dan pemadaman lahan kering serta basah.

Tim serbu api di tingkat desa juga diberikan materi pokok latihan kepemimpinan dan latihan dasar pengendalian kebakaran lahan dan hutan, latihan pembuatan sekat kanal untuk pembasahan gambut dan pembuatan sumur bor.

Untuk mencegah atau setidaknya meminimalisasi terjadinya karhutla memang kita tidak bisa bergerak sendiri-sendiri.

Satuan petugas (satgas) yang terdiri dari berbagai instansi terkait dan lapisan masyarakat, sejak dari sekarang harus bersatu untuk memantau 'zona merah' dan melakukan antisipasi awal sebelum terjadinya kebakaran yang besar.

Langkah antisipasi merupakan yang paling tepat dan efektif diambil daripada melakukan pemadaman jika sudah terjadi kebakaran hutan dan lahan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved