Kenaikan Iuran BPJS Ditunda, DPR Kecewa Pada Pemerintah
Saya sangat kecewa karena Pemerintah tidak bisa menjelaskan secara detail dan bertanggung jawab atas alasan kenaikan iuran itu.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Belum juga diterapkan, kebijakan kenaikan besaran iuran Jaminan Kesehatan nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan sudah menuai polemik di masyarakat.
Melihat kondisi itu, Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah menunda implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan itu.
Poin krusial yang menjadi perhatian Komisi IX DPR adalah pasal 16F dalam beleid tersebut. Komisi IX meminta agar golongan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III tidak dilakukan kenaikan iuran.
Pemerintah diperintahkan untuk melakukan audit terlebih dahulu terkait dengan kenaikan besaran iuran dengan manfaat yang diterima oleh peserta.
Dalam rapat kerja dan dengar pendapat yang dilakukan antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan (Kemkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Keuangan (Kemkeu) serta Badan Penyekenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebanyak delapan fraksi setuju dengan penundaan kenaikan iuran bagi peserta PBPU, sedangkan dua sisanya meminta pencabutan Perpres.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, dengan hasil yang telah dicapai tersebut maka pihaknya akan segera mengirim surat kepada pimpinan DPR atas keputusan Komisi itu.
"Selanjutnya nanti dari pimpinan DPR akan mengirim surat ke Presiden," kata Dede.
Empat Rekomendasi DPR
Mayoritas anggota Komisi IX DPR menanyakan alasan kenaikan iuran tersebut. Sayangnya, pemerintah tidak bisa menjelaskan secara detail alasan yang dapat dipertanggung jawabkan atas kenaikan iuran tersebut.
Karena itulah, Komisi IX DPR tetap meminta Pemerintah menunda kenaikan tersebut.
"Saya sangat kecewa karena Pemerintah tidak bisa menjelaskan secara detail dan bertanggung jawab atas alasan kenaikan iuran itu. Oleh karenanya, Komisi IX DPR RI minta kenaikan tersebut ditunda," tegas anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago.
Mengingat masih belum memuaskannya kinerja pelayanan BPJS Kesehatan, sambung Irma, dalam menjalankan fungsi pengawasan, Komisi IX DPR meminta empat point pertanggungjawaban BPJS Kesehatan terlebih dahulu sebelum menaikkan iuran.
Empat rekomendasi penting tersebut menyangkut, pertama, pelayanan kesehatan yang belum memuaskan.
Kedua, kinerja BPJS terkait ? Peningkatan kepesertaan Mandiri. Ketiga, audit investigasi terkait transparansi laporan ? Keuangan/penggunaan anggaran.
Keempat, mengenai laporan pendistribusian kartu Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Sebelum 4 point tersebut dilakukan dan diselesaikan BPJS Kesehatan, maka Komisi IX DPR tetap tidak akan menyetujui kenaikan tarif tersebut," ucap Wakil Ketua Fraksi Nasdem DPR itu.
Untuk mempertegas empat point rekomendasi di atas, kata Irma, Komisi IX DPR melalui Ketua DPR akan berkirim surat kepada Presiden Jokowi.
Surat kepada presiden berisi permintaan agar Peraturan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jaminan Kesehatan yang akan berlaku per 1 April ditunda.
"Presiden diminta untuk menunda Perpres 19/2016 sampai dengan BPJS melaksanakan empat poin di atas sebagai pertanggungjawaban publik atas anggaran yang telah disetujui DPR untuk pengelolaan program jaminan kesehatan tersebut," pungkas Irma.
Jokowi Panggil Direksi BPJS
Presiden Joko Widodo akan memanggil direksi BPJS Kesehatan membahas mengenai kenaikan tarif iuran BPJS. Jokowi akan membahas hal tersebut sebelum iuran naik pada awal April 2016 mendatang.
"Saya ini tadi melihat pelayanannya dulu nanti mau akan panggil manajemen, Direktur BPJS (Kesehatan) mengenai kenaikan itu, jadi ini saya mau lihat pelayanan. Saya lihat pelayanannya baik," kata Jokowi.
Jokowi belum bisa memastikan apakah iuran BPJS Kesehatan akan tetap naik atau tidak. "Saya masih akan nanti bicara dengan Direksi BPJS," kata dia.
Sementara saat meninjau RSUD Suemdang hampir 90 persen pasien yang dirawat menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Loket antrean pendaftaran BPJS Kesehatan pun tampak penuh.
"Saya tanya ke pasien yang digratiskan dk kelas 3 yang di IGD juga hampir 90 persen gratis, menurut saya pelayanan baik tapi ruangan kurang," ujar Jokowi.
Dana Tambahan dari APBN
Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan ada alternatif opsi selain menaikkan besaran iuran BPJS. Yakni mengalokasikan dana tambahan dari APBN.
Ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah untuk melanjutkan keberlangsungan program BPJS Kesehatan di luar penyesuaian iuran yang tidak sampai di angka bottom line Rp 36.000 tersebut.
"Pemerintah mempersiapkan alokasi dana tambahan yang sudah dimasukkan dalam APBN 2016,"ujarnya.
Bayu menjelaskan idealnya memang iuran untuk kelas III tersebut adalah Rp 36.000 per orang per bulan. Penyesuaian iuran idealnya harus menyesuaikan dengan hitungan aktuaria.
"Dalam hal ini, minimal Rp 36.000 untuk peserta kelas III sebagaimana hitungan tahun 2016 oleh para ahli dan rekomendasi DJSN," ujar Bayu.
Bayu menuturkan, minimal perhitungan jumlah iuran sebesar Rp 36.000 untuk kelas III merupakan bottom line atau batas bawah dasar minimal penyesuaian iuran yang ideal. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi opsi pemerintah.
"Kalaupun ada penjelasan iuran, untuk kelas III peserta mandiri (peserta Pekerja Bukan Penerima Upah) menjadi Rp 30.000. Angka ini masih di bawah bottom line yang direkomendasikan DJSN, yaitu Rp 36.000 untuk kelas III. Artinya, penyesuaian ini, sesuai dengan yang dilaporkan ke Presiden, tidak naik sebesar yang seharusnya," jelas Bayu. (tribunnews/kompas.com/nic/wly)