Gerakan Fajar Nusantara
Eks Gafatar Keluar dari Islam, Coba Lihat KTP-nya
Selain dokumen kependudukan, Tribun juga memperoleh dokumen yang dikeluarkan Presiden Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara.
Penulis: Hadi Sudirmansyah | Editor: Arief
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Sejumlah dokumen penting ditemukan dari permukiman eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Mempawah. Di antara dokumen yang sampai ke Tribun, Rabu (27/1), adalah dokumen kependudukan berupa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dokumen itu tertanggal 8 Desember 2015. Di dalamnya tertera, seorang warga eks Gafatar bernama Edy Saputro. Ia lahir di Pati, 18 Maret 1977. Alamatnya di Mempawah di Jl Gusti Sulung Lelanang, RT003/001, Desa Pasir, Mempawah Hilir.
Edy mengantongi Nomor Induk Kependudukan (NIK) 3206281803770003. Ada juga istri dan ketiga anaknya (dua laki-laki, satu perempuan). Meski eks Ketua Umum Gafatar, Mahful Muis Tumanurung, mengatakan Gafatar telah keluar dari Islam, namun di KTP Edy tertera beragama Islam.
Selain dokumen kependudukan, Tribun juga memperoleh dokumen yang dikeluarkan Presiden Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara. Dokumen itu berisikan Peraturan Presiden (Perpres) Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara Nomor 6 Tahun 2015 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Departemen Hukum Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara.
Dalam peraturan itu ada 20 Pasal yang ditetapkan di Jakarta, 7 September 2015. Perpres itu ditandatangani Presiden Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara, Ir Andry Cahya, dan Sekretaris Presiden, Kuniadhi Wibowo.
Perpres Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Struktur Dewan Pimpinan Nasional dan Dewan Pimpinan Wilayah dan Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Pengangkatan Pejabat Dirjen dan Badan pada Departemen-Departemen Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Jawa Timur, mengantongi 35 nama Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Gafatar, dari Polda Kalbar. Diyakini, pentolan-pentolan eks Gafatar ikut eksodus ke Kalbar.
Dokumen ini dikuatkan dengan pengakuan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, yang mengaku bertemu calon Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Gafatar di lokasi penampungan.
Khofifah menyebut, calon menteri itu perempuan berusia 23 tahun, yang ikut dievakuasi dari sejumlah wilayah di Kalbar. Mensos mengatakan ayah dari calon menteri itu terus menangis karena ia meninggalkan keluarganya.
"Jadi karena ayahnya tidak ikut Gafatar, tidak diakui lagi sebagai orangtuanya. Bagi mereka, orangtua hanya pengantar kehadiran ke dunia, kalau tidak ikut bukan orangtua," ujar Khofifah saat bersilaturahmi dengan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Ponpes Attamimi, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (29/1).
Khofifah menyaksikan bahwa anggota Gafatar melarang salat dan puasa. Berdasarkan hal ini, Khofifah juga sempat bertanya apakah dia masih ingat dengan Rukun Islam dan Rukum Iman.
"Masih ingat dengan Rukun Islam? Ternyata dia masih ingat, tapi kenapa tidak salat? Jawabnya, Salat itu dalam hati'," ucap Khofifah.
Ia menganggap organisasi seperti Gafatar menjadi pekerjaan rumah terbesar seluruh elemen bangsa. Harus terus ditanamkan ke generasi penerus tentang pentingnya mencintai Tanah Air. "Ini pekerjaan rumah besar kita. Kita dikagetkan, kok ada kelompok menyebar luar biasa," pungkasnya.
Seperti diketahui, ribuan warga eks Gafatar telah dievakuasi dari Kalbar ke daerahnya masing- masing. Meski begitu, masih ada sekitar 1.560 orang yang beum dipulangkan. Data yang termasuk eks Gafatar di Kalteng itu diperoleh dari Media Centre Bekangdam XII Tanjungpura.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 837 warga eks Gafatar tersebar dari Sintang, Melawi, Landak, Kayong Utara, Sambas, Singkawang, Bengkayang, dan Kubu Raya. Di Kalteng sendiri berjumlah 723 orang.
"837 warga eks Gafatar yang berasal dari 8 kabupaten di Kalbar direncanakan dipulangkan menggunakan KRI Teluk Penyu, Sabtu (30/1)," kata Kapendam XII Tanjungpura, Kol Inf Mukhlis.
Ia menyebut, sejak 22 hingga 26 Januari sebanyak 4.777 warga eks Gafatar telah dipulangkan. Mukhlis menuturkan, pihaknya menemukan berbagai dokumen dan rompi anti peluru di peemukiman eks Gafatar di Rasau saat evakuasi beberapa hari lalu.
Dokumen itu antara lain berbagai buku pemahaman dan perpaduan agama, compact disc (CD) lagu Mars Eks Gafatar, dan banyak dokumen lain.
"Rompi anti peluru kita temukan bersama rekan-rekan dari Polresta secara tidak sengaja. Saat evakuasi, warga eks Gafatar ini mengatakan ada keluarga mereka yang masih ketinggalan. Lalu saat kita menyisir kembali dan mencari keluarganya ini, di situlah kita temukan dalam rumah kontrakan ada rompi anti peluru," papar Mukhlis.
Di tengah proses evakuasi eks Gafatar dari Kalbar dan Kalteng, mantan Ketum Gafatar, Mahful Muis Tumanurung, kembali muncul ke hadapan publik. Setelah menggelar jumpa pers di Kantor YLBI Jakarta, kini ia mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Sekali lagi, ia menepis Gafatar sebagai metamorfosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah yang dipimpin Ahmad Musadeq. "Kalau misalnya metamorfosis kan sejenis dari ulat ke kepompong dan kupu-kupu. Ini kan enggak," ujar Mahful usai bertemu Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung, Adi Toegarisman, di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Mahful datang didampingi Alvon Kurnia Palma dari YLBHI. Pada kesempatan itu, Mahful meminta pengikutnya dikembalikan ke Kalimantan. "Harapan kami supaya Tim Pakem bisa mengambil sikap yang bijak dan adil sehinggga teman-teman bisa kembali ke hidupnya yang sudah terampas masa depannya di Kalimantan. Syukur-syukur kita bisa dikembalikan ke Kalimantan," katanya.
Tim Pakem adalah Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat. Tim ini beranggotakan Kejagung, Kemendagri, Kemenag, Kemendikbud, TNI, Polri, BIN, dan Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB).
Mahful menyerahkan kepada pemerintah jika diizinkan kembali ke Kalimantan. Sebab harta mereka yang bergerak dan tidak bergerak masih ada sana dan dia minta dikembalikan. Namun dia menegaskan Gafatar sudah bubar pada 2015. (hdi/tribunnews.com/dtc/okz)