Liputan Khusus
Ekonomi Sulit, Terpaksa Cari Makan ke Malaysia
Sebenarnya, mereka itu kan orang miskin. Cari usaha untuk makan ya pergi ke Malaysia, disinikan pekerjaan kurang, jadi merantau.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Stefanus Akim
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kisah Tina di Negeri Jiran sudah diketahui para tetangga Asmadi. Satu di antara tetangga Asmadi, Nali, mengatakan kehidupan keluarga Asmadi terolong kurang mampu. Karena itulah anak dan cucunya mengadu nasib di Malaysia.
"Keluarganya memang kurang mampu. Kita tahunya mereka pergi ke Malaysia itu karena kurang mampu. Ya namanya juga usaha, pergi ke sana kan usaha. Kalau aturan Imigrasi kan pergi meninjau, kalau pergi kerja kan tidak boleh," kata Nali kepada Tribun, Senin (16/3/2015). (BACA: Sy Abdullah Desak Pemerintah Proaktif Bebaskan TKW Siantan)
Tina ke Malaysia menurutnya benar-benar untuk cari sesuap nasi. "Sebenarnya, mereka itu kan orang miskin. Cari usaha untuk makan ya pergi ke Malaysia, disinikan pekerjaan kurang, jadi merantau," ujarnya.
Selama ini Asmadi kerjanya mencari rumput. "Kalau Pak Asmadi itu di sini panggilannya Pak Kelok. Jadi kehidupan Pak Asmadi ya begitu, ambil rumput untuk sapi. Sapinya punya kawan, dia yang merawat," imbuhnya. (BACA: TKW Wajok Hulu di Penjara Karena Bunuh Orangtua Majikannya di Malaysia)
Ia berharap kasus yang menimpa Tina mendapat perhatian pemerintah, sehingga Tina dapat kembali berkumpul bersama keluarga besarnya. "Semoga ada bantuan pemerintah. Kalau mengharapkan keluarganya, selain kurang mampu, mau gimana caranya. Pemerintah di sini dengan di sana (Malaysia) kan ada kerjasama. Selama di sana, dia tidak dapat apa-apa, lalu dihukum, kan di penjara di sana," paparnya.
Nali mengaku tak sepenuhnya tahu cerita keluarga Asmadi yang berangkat ke Malaysia. Soal Tina, tetangga memang mendengar ia di hukum penjara. Namun, para tetangga tak tahu tentang akan dihukum mati. "Ya mudah-mudahan bisa diurus sama pemerintah," harap Nali. (BACA JUGA: Tina Menanti Putusan Mati, Pemerintah Bisa Bebaskan Lewat Diplomasi)
Ia mengisahkan keluarga Asmadi adalah pindahan dari Kabupaten Sambas. Namun, sekarang sudah campur aduk. Keluarga-keluarga ada yang sudah ke Tebang Kacang, ada juga di Jungkat. Nali menjelaskan di Sungai Pandan ada 800 kepala keluarga (KK). Pekerjaan mayoritas warganya kuli bangunan, petani.
"Makanya sepi, masing-masing cari rezeki. Ada yang tanam padi, pelihara sapi, ada yang dagang, ada yang pengecer ikan ngambil dari agen di Kapuas, ngecer di kampung-kampung. Karena dulu itu kan pindahan dari Sambas, memang miskin ya. Tapi rezeki itu dari Tuhan, pokoknya asal usaha," ujarnya. (BACA: Kunjungan ke Tribun, Danrem Soroti Kasus TKW dan Banjir Kalbar)
Nali mengaku juga pernah mengadu nasib di Malaysia dan berhasil. Jejaknya itu kini diikuti kedua anaknya, Marsihat dan Normah. Jika Marsihat sudah kembali pulang, Normah masih di Malaysia.
Anak-anak Nali sendiri ada enam orang. "Ya agak berhasillah, sampai bangun rumah. Saya kerja di Kajang Malaysia, kerja bangunan. Berangkatnya sewaktu tinggal di penampungan, sudah lama sekali, tahun 1999," paparnya.
Tetangga Asmadi yang pernah ikut ke Malaysia bersama Romilah dan Tina, adalah Surina (35). Sruina menuturkan dirinya mengetahui kejadian kejdaian yang menimpa Tina, karena ia ikut bersama tinggal serumah dengan orangtua Tina. (BACA: Kini, Ada yang Berbeda dengan Hiu Bersaudara)
"Saya tidak melihat sendiri. Orangtuanya serumah dengan saya di Kuala Lumpur. Kan Mat Diri nelpon Romilah. Jadi karena satu rumah, saya dengar ceritanya. Saya dengar informasinya dia dituduh membunuh. Tina itu di Kelantan, itu kan jauh (dari Kuala Lumpur)," kata Surina.