Warga Melawi Bakar Diri

Akumulasi Stres Bisa Sebabkan Depresi

Psikolog Fitri Sukmawati, mengatakan pertengkaran yang diakhiri pembakaran diri merupakan wujud akumulasi dari stres yang telah muncul sebelumnya.

Penulis: Ayu Nadila | Editor: Stefanus Akim
ILUSTRASI 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Menurut Psikolog Fitri Sukmawati Peristiwa pertengkaran yang diakhiri pembakaran diri merupakan wujud akumulasi dari stres yang telah muncul sebelumnya.

Stres yang terakumulasi ini akan menyebabkan frustasi yang berujung depresi. Hal ini merupakan bentuk bunuh diri yang diakibatkan oleh perasaan terguncang.

Pertama melihat seperti apa pemicunya, apa yang sebelumnya terjadi. Tahapan mekanisme pertahanan diri yang mengarah pada hal-hal negatif tentu akan merugikan diri sendiri. Pada dasarnya hidup itu butuh pertahanan dan merasionalkan diri. Kejadian ini kemungkinan karena pertahanan diri yang kurang matang. (BACA: Usia Remaja Fase Perkembangan)

Kemudian hal ini juga berdampak pada anak, anak kecil masih membutuhkan sosok dan peran ibu di kehidupannya. Tentunya peran ibu berbeda jika telah digantikan oleh ayahnya.

"Intinya sebenarnya saling melengkapi. Anak tentu merasakan terpukul dengan kejadian ini. Takutnya hal ini malah menjadi contoh yang tidak baik untuk anak kedepannya," kata Fitri.

Tapi hal ini juga berlaku kepada anak remaja yang juga masih butuh peran ibu. Psikologi anak yang ditinggal ibu bisa mempengaruhi perkembangan. Apakah sebelumnya memang kejadian ini akibat perilaku ayah. Anak tidak bisa melabeli, anak itu korban. (BACA: Remaja Butuh Kegiatan Positif di Rumah)

Pondasi agama dan kematangan seseorang menjadi dasar seseorang berfikir rasional. Bagaimana menyikapi pertengkaran dengan bijak sehingga tidak mengakibatkan hal-hal yang negatif. Kondisi tertekan terjadi menjadi akibat dari kejadian sebelumnya yang mungkin telah terkumpul.

Kejadian tidak mungkin tidak ada pemicunya, bisa jadi dipicu oleh kekerasan dan pemukulan. hal ini kemungkiona telah melewati tahapan level kesabaran seseorang sehingga sudah pasrah dengan menghiraukan nilai agama.Kurangnya kematangan diri untuk berfikir jernih akan akibat menjadikan ia memilih jalan pintas.

"Selain itu adanya pernikahan muda yang menyebabkan ketidakmatangan berfikir juga bisa menjadi pemicu. Dimana secara psikologis, belum siap untuk mengemban tugas seperti bekerja maupun membina rumah tangga. Remaja sendiri masih berada ditahap belajar bersosialisasi," kata dia.

Kita perlu kematangan diri, karakteristik intelektual emosional seseorang, dan juga pola asuh orangtua. Tingginya pendidikan menjadikan seseorang memiliki banyak pengalaman. Implementasi dari apa yang ia dapat di pendidikan menjadikan ia semakin banyak tahu dan dapat berfikir jernih sehingga kejadian serupa tidak terjadi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved