2 TKI Pontianak Divonis Mati
TKI Frans dan Dharry Tak Bersalah
Caranya, kata JK, pemerintah harus menyiapkan pengacara untuk membantu proses hukum keduanya di Malaysia.
"Tentu pemerintah harus membela WNI kalau tidak bersalah. Tetapi kalau bersalah, tentunya akan menghadapi hukum setempat. Dan itu sama saja, kalau terjadi di Indonesia, juga menghadapi hukum yang sama," kata Jusuf Kalla (JK) kepada wartawan saat mengunjungi Gedung PMI Kota Pontianak, Rabu (24/10/2012).
Caranya, kata JK, pemerintah harus menyiapkan pengacara untuk membantu proses hukum keduanya di Malaysia. Kepastian bahwa Frans dan Dharry mendapat pengacara, diungkapkan anggota DPD RI asal Kalbar, Hairiah SH.
Hairiah mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia telah menunjuk pengacara Malaysia, Gooi dan Azura, sebagai penasihat hukum kedua terdakwa. Kedua pengacara itu dibiayai Pemerintah RI.
"Tadi, dari Deplu juga menghubungi pengacaranya Azzurra. Menurut pengacara, kasusnya sedang dalam pendalaman untuk melihat cela-cela dalam pembelaan nantinya. Dari Deplu dalam waktu dekat akan ke Kalbar untuk melakukan koordinasi dengan berbagai pihak," papar Hairiah kepada Tribun.
Hairiah menjelaskan dirinya sudah bertemu Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum, Tatang Budie Utama Razk membahas nasib Frans dan Dharry. "Tadi kita bertemu dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 12.00. Dari perbincangan tersebut, didapat kejelasan bahwa kasus ini berada d tingkat banding. Saat ini, menunggu persidangan di Mahkamah Rayuan Putra Jaya atau Pengadilan Tinggi Malaysia," kata Hairiah.
Ia menuturkan, Komisi I DPR RI, juga berkunjung ke Malaysia kemarin untuk bertemu Frans dan Dharry. Rombongan dipimpin politisi PKB, Effenddy Choiri. Sementara 20 Oktober lalu KBRI sudah mengunjungi keduanya.
Selain kasus tersebut, Hairiah juga diskusi mengenai kasus yang tejadi dan dialami oleh buruh migran. "Saat ini, ada 101 yang diancam hukuman mati dari berbagai negara. Enam sudah bebas dari hukuman mati, sementara enam lainnya berubah dari hukuman mati ke seumur hidup," ungkapnya.
Kamis (18/10), Frans dan Dharry divonis hukuman gantung karena membunuh Kharti Raja, pencuri yang hendak masuk ke rumah mereka. Frans membuat paspor pada 27 Januari 2009, sedangkan Dharry 19 Mei 2009.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, menegaskan Frans dan Dharry tidak bersalah. "Mereka tidak melakukan kejahatan dan harus dibebaskan dari hukuman mati," kata Jumhur.
Jumhur menjelaskan setelah Kharti Raja, polisi Malaysia tiba dan mendapatkan narkoba dari saku celananya. Polisi melakukan visum atas kematiannya dengan menyimpulkan Kharti Raja meninggal akibat kelebihan dosis.
Jumhur menjelaskan, saat pencuri masuk ke arena permainan (play station), Selangor, milik Hooi Teong Sim, malam itu sebenarnya ada satu pegawai lain berkewarganegaraan Malaysia. Namun dia dan Dharry panik dan melarikan diri melihat sosok Kharti yang bertubuh besar.
Frans membekuk pencuri dan sempat membawa ke lantai bawah, namun tiba-tiba pencuri mengalami pingsan serta meninggal di lokasi tersebut, ujar Jumhur.
Pengadilan Majelis Rendah Selangor menyidangkan Frans, Dharry, serta seorang temannya berwarga Malaysia sekitar Juni-Juli 2012 dan mereka dinyatakan bebas alias tidak bersalah.
Keluarga Kharti mengajukan banding ke Mahkamah Tinggi, ternyata, Frans dan Dharry yang dijadikan perkara tuntutan dalam pengadilan banding itu.
Sdangkan kawannya dari Malaysia tak diikutkan dalam proses banding. "Putusan banding yang menghukum Frans maupun Dharry dengan vonis mati oleh hakim tunggal Nur Cahaya Rashad sungguh aneh, mengingat keduanya memang tidak bersalah dan telah dinyatakan bebas oleh putusan sidang sebelumnya," kata Jumhur.
Jumhur mengatakan kasus Frans dan Dharry dalam penanganan KBRI Kuala Lumpur untuk melanjutkan ke tingkat Mahkamah Rayuan. "Persidangannya masih menunggu waktu dan akan diupayakan agar Frans maupun Dharry diputus bebas," ujarnya.
Banjir Dukungan
Di luar upaya diplomatik dan hukum untuk membebaskan Frans dan Dharry, dukungan untuk membebaskan keduanya dari hukuman mati, terus mengalir. Seperti yang dilakukan aktivis PMKRI St Albertus Magnus, Sungai Raya, Adrianus.
Ia membuat grup di facebook dengan nama Gerakan 1 juta Facebooker Dukung Pembebasan Frans Hiu dan Frully Hiu. "Target kita, semua orang tergerak hati untuk berikan dukungan. Saat ini, sudah ada 3.000 lebih yang bergabung," kata Adrianus.
Grup ini terbuka untuk seluruh masyarakat dan bentuk spontanitas karena keprihatinan persoalan hukum yang menjerat kedua bersaudara itu. Selain menggalang dukungan lewat facebook, PMKRI bersama elemen mahasiswa lain, akan menggelar aksi damai dan dompet kemanusiaan.
"Dana yang kita dapat akan kita serahkan ke keluarga Hiu bersaudara. Saat ini, aksi tersebut sedang kita matangkan. Kita berharap, dengan aksi tersebut timbul simpati dan dukungan masyarakat," katanya.
Tak hanya PMKRI, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kalbar, N CH Saiyan SH MH, juga menyatakan dukungannya atas upaya pemerintah, baik pusat maupun provinsi mengadvokasi warganya yang terancam hukuman mati. "Jika pemerintah tak bisa membebaskan Frans dan Dharry, saya berharap pemerintah dapat membebaskan keduanya dari hukuman mati," ujarnya.
Ada pihak yang mengatakan Frans dan Dharry masuk ke Malaysia ilegal. Namun Saiyan menilai bukan alasan pemerintah lepas tangan untuk membela warganya. "Tetap harus kita tolong. Kalau pun ada biayanya, tidak masalah pemerintah mengeluarkan," ujarnya.
Sementara itu, adik Frans dan Dharry, Apriady memaparkan saat ini, kedua saudaranya itu dalam kondisi sehat. Hanya, Dharry yang tampak masih syok. "Ibu dan bibi saya masih di sana. Mereka juga sudah mengunjungi keduanya. Kondisinya tak ada masalah, baik semua. Hanya memang, Dharry agak syok," ujarnya.
Di Malaysia, ibu dan bibinya berpindah-pindah tempat menginap. Satu waktu di tempat keluarga, di waktu lain di KBRI. "Saya juga kurang tahu. Mereka pindah-pindah tempat. Kalau Bapak, saat ini ke Jakarta menemui DPR RI," katanya. (Tribun Pontianak Cetak)