Warga Mempawah Timur Lakukan Protes, Merasa Didiskriminasi dengan Sistem Zonasi Dalam PPDB

istem zonasi yang diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Ya'M Nurul Anshory
Sejumlah warga yang datang ke SMAN 1 Mempawah Hilir melakukan protes dan meminta kejelasan terkait sistem zonasi, Rabu (26/6/2019) pagi. 

Warga Mempawah Timur Lakukan Protes, Merasa Didiskriminasi dengan Sistem Zonasi Dalam PPDB

MEMPAWAH - Sistem zonasi yang diterapkan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI) yang diikuti oleh seluruh kepala daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten.

Dalam sistem baru penerimaan calon siswa itu banyak menimbulkan permasalahan dan ketidak jelasan di beberapa wilayah Kalimantan Barat, tak terkecuali di Kabupaten Mempawah.

Seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Kecamatan Mempawah Hilir, sejumlah orang tua dari Kecamatan Mempawah Timur melakukan protes dan meminta kejelaasan terkait sistem zonasi, batas dan jarak dalam PPDB, karena di wilayah mereka tidak ada SMA Negeri dan mereka disuruh masuk ke zona 2 yakni SMAN 2 Mempawah Hilir.

Baca: Stres Tak Bisa Masuk SMA Negeri Karena Zonasi, Calon Siswa Kurung Diri Dikamar dan Tak Mau Makan

Baca: Peringati Hari Anti Narkoba, BNN Ajak Masyarakat Perangi Penggunaan Narkotika

Baca: PSM Makassar Gagal Lolos ke Final Zona ASEAN Piala AFC 2019 Meski Menang 2-1 atas Becamex

Warga Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur, M Asfahani AR, mewakili masyarakat di Antibar datang ke Panitia Pelaksana PPDV SMAN 1 Mempawah hilir untuk melakukan protes dan meminta kejelasan terkait sistem zonasi.

"Peraturan Gubernur tentang sistem zonasi, jarak dan batas wilayah itu tidak jelas, itulah yang menjadi keluhan masyarakat, akhirnya muncul permasalahan. Ada anak yang rumahnya berjarak 1 kilometer saja dari sekolah malah mendapat zona di sekolah yang berjarak 3 kilometer," ujarnya, Rabu (26/6/2019).

Kemudian tambah dia, banyak orang tua murid yang bertanya, karena dia sebagai Ketua Komite SMAN 1 Mempawah Hilir, terlepas dari itu M Asfahani juga warga Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur.

"Sebagai perwakilan warga Desa Antibar, saya diminta untuk mempertanyakan seperti apa sistem zonasi tersebut, ternyata zona ditetapkan berdasarkan Kecamatan," ujarnya.

Padahal, kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, PPDB itu berdasarkan jarak, jadi yang di utamakan adalah siswa yang paling dekat dengan sekolah.

Menurutnya, tidak masalah itu zona 1 atau zona 2, terpenting adalah anak yang rumahnya dekat dengan sekolah harus di utamakan.

"Entah kenapa, Pergub membuat Mempawah Hilir zona 1 dan Mempawah Timur zona 2, sekarang SMAN 1 letaknya di Mempawah Hilir, dan tidak ada SMA Negeri di Mempawah Timur," katanya.

Asfahani menyangsikan, dalam penerimaan peserta didik baru, SMAN 1 Mempawah Hilir hanya menerima murid dari Kecamamatan Mempawah Hilir saja, ia mempertanyakan mereka di Mempawah Timur mau sekolah dimana, kata dia.

"Dalam Permendikbud itu dijelaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi dalam PPDB, artinya dengan adanya sistem zonasi seperti ini sama saja kami di Mempawah Timur di diskriminasi, kenapa kami tidak boleh mendaftar di SMAN 1," ungkapnya.

Diskriminasi itu tidak hanya terjadi pada individu, tetapi juga kelompok, seperti saat ini sedang terjadi pada warga Kecamatan Mempawah Timur, menurut Asfahani mereka sedang di diskriminasi oleh sistem zonasi.

"Kalau di Mempawah Timur ada SMA Negeri saya rasa masyarkat disana tidak akan mendaftar kesini," ucapnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved