Dilema Dengan Harga Beli, Bikin Petani ‘Malas’ Jual Beras ke Bulog

karena harga pembelian pemerintah (HPP) yang dipakai Bulog lebih rendah dari harga pasaran bahkan dari harga yang dibeli tengkulak.

Penulis: Nina Soraya | Editor: Nina Soraya
TRIBUN PONTIANAK/NINA SORAYA
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar Prijono, Anggota Komisi XI DPR RI Michael Jeno dan Kabid Ketersedian dan Distribusi Pangan Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar berfoto bersama dengan perwakilan 55 Gapoktan dalam rapat koordinasi Gapoktan, di Hotel Dangau Resort Singkawang, Minggu (16/12/2018). 

Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Nina Soraya

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,SINGKAWANG - Petani menilai Bulog belum mampu menyerap maksimal gabah milik mereka. Oleh karena harga pembelian pemerintah (HPP) yang dipakai Bulog lebih rendah dari harga pasaran bahkan dari harga yang dibeli tengkulak.  

Hal ini disampaikan Ayin , Petani dari Mempawah saat pertemuan Gapoktan se-Kalbar dalam Rapat Koordinasi Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (LDPM dan PUPM) Tahun Anggaran 2018 Kalbar, yang diselenggarakan di Hotel Dangau Resort Singkawang, Minggu (17/12/2018).

“Kami ada kekecewaan dengan Bulog. Bulog itu juga mengurusi gabah, harusnya bisa lebih perhatian dengan kami. Tapi Bulog pun hanya mampu membeli di bawah harga tengkulak. Tentu ini jadi persoalan,” ungkapnya.

Baca: Progres Pembangunan Jembatan Paralel Sungai Landak

Baca: KPU Gelar Kursus Kepemiluan, Bawaslu Berharap Partisipasi Pemilu Meningkat

Padahal kalau pemerintah dalam hal ini Bulog mau dengan serius memberdayakan Gapoktan yang ada, lanjutnya, maka beras yang diperuntukkan orang miskin bisa dipersiapkan.

“Bulog punya niat membeli setara dengan harga tengkulak saja, maka tetap kami berikan pada Bulog,” ujarnya.

Petani asal Kayong Utara, Asri, yang turut hadir dalam rokor turut mengamini hal tersebut. Dia menyayangkan HPP gabah yang sangat rendah. Minimnya penyerapan beras milik petani ini, menyebabkan harus membeli beras dari Thailand.

“Kenapa harus beras Thailand yang dibawa masuk, sementara di sini produksi beras petani melimpah ruah. Memang permasalahan di harga beli. Semoga ke depannya Bulog memprioritaskan membeli di petani dan degan harga layak,” ucapnya.

Kepala Bidang Ketersedian dan Distribusi Pangan Dinas Pangan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalbar, Anang Iksan, membenarkan penyerapan beras milik petani dari Bulog masih sangat kecil. Bayangkan saja, sampai Desember beras local yang terserap baru 448 ton. Sementara target yang diberikan untuk penyerapan itu sebesar 1.500 ton.

“Kalau  menurut data, gabah di Kalbar produksi mencapai 1,6 juta ton. Serapan Bulog baru 448 ton. Kita diminta membantu Bulog menyerap gabah ini. Makanya ada program namanya Sergab yaitu Serab Gabah. Babinsa pun dilibatkan, karena mereka dengan masyarakat dan bisa membantu mengkomunikasikan ini agar petani atau kelompok tani mau menjual kepada Bulog,” jelas Anang Iksan.

Dia mengakui keluhan terhadap harga beli dari Bulog masih jadi masalah. Tapi, dia pun memaklumi lembaga berlogo Matahari itu tersebut sudah ditetapkan HPP-nya dalam membeli gabah dan beras punya petani.

“Memang pernah Bulog menerapkan fleksibelitas harga. Tapi yang terjadi di lapangan, saat Bulog sudah naikkan harga beli, di pasaran harga sudah naik tinggi lagi. Jadi ini dilema. Sementara ada aturan yang mewajibkan cadangan atau stok beras nasional itu harus sebesar 2 juta ton, jika tidak sampai segitu, harus impor,” paparnya.

Siap Beli Dengan Harga Pasar

Dilema HPP yang berlarut ini sepertinya akan ada titik cerah. Anang Iksan, menyampaikan Perum Bulog sudah meminta agar HPP gabah yang jadi acuan dalam penyerapan beras dihapuskan.

“Ke depannya memang Bulog meminta harga bisa membeli dengan harga pasar. Wacana ini sudah ada, harapannya bisa segera terealisasi,” ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved