Penemuan Bayi di Dekat Kantor Bupati Kubu Raya, Ini Tanggapan Pengamat Sosial Untan
Hal ini menyusul penemuan bayi laki-laki di tepi jalan seberang Kantor Bupati Kubu Raya, Selasa (21/8/2018) sekitar pukul 05.10 WIB.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Pengamat Sosial Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Sabran Ahyar mengatakan bahwa kasus pembuangan bayi merupakan perbuatan yang tidak bisa ditoleransi jika dikaji dalam sudut pandang apapun.
Hal ini menyusul penemuan bayi laki-laki di tepi jalan seberang Kantor Bupati Kubu Raya, Selasa (21/8/2018) sekitar pukul 05.10 WIB.
Baca: Terkait Bayi Telantar di Jalan Paris II, Polsek Pontianak Selatan Telah Mendalami Penyelidikan
Baca: Bayi Laki-laki yang Ditemukan di Paris II Beberapa Hari Lalu Positif Down Syndrom
Bayi seberat 3,4 Kilogram (Kg) dan panjang 40 sentimeter (cm) itu ditemukan oleh seorang teknisi Bandara Supadio Pontianak. Kondisi bayi tidak berdosa itu terbungkus kain handuk dan dimasukkan ke dalam tas hitam.
Saat ditemukan, bayi berkondisi hidup, berlumuran darah dan diperkirakan berusia 8 jam lantaran tali pusar masih utuh.
“Perbuatan ini tidak bisa ditoleransi dan sangat tidak manusiawi,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak, Kamis (23/8/2018) malam.
Ia tidak menampik saat ini telah terjadi pergeseran pola kehidupan sosial dari sesuatu hal yang dianggap sakral ke arah tidak sakral.
“Hal yang sakral dalam hal ini adalah ikatan pernikahan sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sedangkan hal yang tidak sakral yakni pergaulan bebas, seks di luar nikah, kumpul kebo dan istilah lainnya,” terangnya.
Kondisi ini, kata Sabran, tentu menjadi tantangan di era modern saat ini. Pergeseran nilai-nilai sosial itu harus disikapi secara serius. Terkait kasus pembuangan bayi ini, Sabran mengatakan kemungkinan bisa disebabkan karena adanya hubungan seks di luar nikah/pergaulan bebas ke arah negatif.
“Ini perlu disikapi semua pihak. Apalagi trennya terjadi di kota-kota besar. Walaupun, kasus penemuan bayi laki-laki ini terjadi di daerah pinggiran Ibu Kota Provinsi Kalbar yakni Pontianak. Saya kira ini perlu disikapi dengan sangat-sangat serius,” jelasnya.
Ia menambahkan peristiwa ini tidak bisa dilepaskan dari masalah perilaku seseorang. Selama ini, pemerintah sudah berupaya menanamkan pemahaman edukasi melalui kurikulum dan mata pelajaran terkait bahaya serta dampak perilaku seks bebas dan pergaulan bebas mulai jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Upaya-upaya edukasi sudah dilakukan, tapi hal ini dikembalikan lagi ke masing-masing individu,” katanya.
Untuk mencegah hal ini, terang Sabran, tidak hanya bisa tempuh melalui pendidikan di lembaga formal saja. Namun, juga melalui satuan unit terkecil kehidupan yakni di dalam kehidupan setiap keluarga. Pihak keluarga harus membekali diri anak-anak dengan pemahaman agama yang kuat.
“Tanamkan bahwa hal-hal seperti itu sangat dilarang,” imbuhnya.
Ia menyadari perlu peran semua pihak menyikapi hal ini. Peran masyarakat juga diharapkan untuk mengawasi permasalahan itu.