Generasi Penggerak Pertanian Sambas Desak Pemerintah Atasi Anjloknya Harga Lada dan Karet
Menurutnya, dua komoditas tersebut, memang menjadi komoditas pertanian dan perkebunan masyarakat Kabupaten Sambas.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Madrosid
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Sekretaris Generasi Penggerak Pertanian Kabupaten Sambas, Juliadi membenarkan kondisi harga lada dan karet yang dikeluhkan para petani.
Menurutnya, dua komoditas tersebut, memang menjadi komoditas pertanian dan perkebunan masyarakat Kabupaten Sambas.
"Memang saat ini petani lada dan karet, betul-betul mengeluh dengan turunnya harga komoditi andalan tersebut. Dua komoditi ini menjadi tunjangan kehidupan keluarga para petani. Dengan kondisi tersebut, seharusnya pemerintah mencarikan solusi untuk kesejahteraan petani saat ini, jangan dibiarkan petani menjerit seperti sekarang ini," tegasnya, Senin (16/7/2018).
Baca: Densus 88 Tangkap 9 Terduga Teroris Kaitan Upaya Peledakan Polres Indramayu
Menurut Juliadi, dampak yang terjadi akibat turunnya harga karet dan lada, maka warga petani di kampung-kampung banyak yang membanting stir bekerja ke negara tetangga Malaysia.
"Karena di Malaysia merupakan tempat bekerja yang mungkin bisa meningkatkan kesejahteraan buat keluarganya. Dengan kondisi tersebut, harus hadirlah pemerintah, jangan terlalu dibiarkan masyarakat kita mengadu nasib di negeri orang, sehingga ke depan masyarakat kita tidak punya semangat lagi untuk bekerja di negerinya sendiri," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, beberapa hasil komoditas pertanian dan perkebunan, saat ini mengalami penurunan harga.
Sehingga menjadi keluhan para petani, khususnya para petani lada dan karet.
Satu di antara petani lada Dusun Sungai Tengah, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Muzali (68) mengungkapkan, saat ini petani lada sangat mengeluhkan sekali anjloknya harga lada.
"Jadi, saat ini memang harga lada sangat anjlok. Di kalangan petani saja, harganya Rp 55 ribu. Kalau tahun sebelumnya masih bisa tembus di atas Rp 100 ribu, malah 2 tahun yang lalu harga lada tembus sampai Rp 180 ribu. Kami tahu perawatan lada begitu kompleks, sehingga perlu perawatan dan biaya yang besar, sehingga dengan harga jual lada tersebut membuat petani lada merugi," ungkapnya, Senin (16/7/2018).
Muzali menambahkan, untuk di daerahnya memang bergantung dengan hasil pertanian dan perkebunan.
Selain itu, menurutnya hasil karet juga mengalami harga yang anjlok.
"Di lokasi kami hanya Rp 8 ribu per kilogram. Dengan harga tersebut, membuat kami bingung mau usaha apalagi, ditanam lada harganya turun, di tanam karet harganya juga turun, sedangkan 2 komoditi tersebut menunjang kehidupan layak kami," jelasnya.
Muzali menegaskan, para petani sangat berharap kepada pemerintah, untuk bentul-betul memperhatikan nasib petani lada dan karet.
"Tolonglah carikan solusinya, supaya kami bisa merasakan hasil kami dengan baik, sehingga masa depan anak kami bisa sejahtera dengan di tunjangnya harga yang layak buat petani," sambungnya.