Dua Saksi Kunci Tidak Hadir Karena Sakit, Ini Tanggapan Penasehat Hukum
“Karena kita berharap bisa membuka semuanya. Mereka adalah saksi kunci dan saksi penting dalam perkara ini,” terangnya.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Penasehat Hukum Terdakwa Yekti Kusumawati, Dewi Purwaningsih mengatakan berdasarkan keterangan saksi atas nama Sunarso dan Siti, pihaknya mendapatkan informasi bahwa BPK RI menemukan temuan bahwa kliennya menyalin brosur PT Kharisma Utama yang didapatkan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak saat itu yakni dr Multi Junto Bhatarendro untuk dasar penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS).
“Kami sudah menanyakan perihal itu seperti dugaan pelanggaran dalam tahap perencanaan, pelelangan maupun tahap pelaksanaan kontrak. Kami sudah kejar hal itu,” ungkapnya saat diwawancarai awak media usai sidang kesembilan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Jalan Urai Bawadi, Kota Pontianak, Selasa (17/4/2018) siang.
Baca: Ini Keterangan Jaksa Terkait Tidak Hadirnya Dua Saksi Kunci Dugaan Tipikor Alkes RSUD SSMA
Terkait keterangan dua saksi yakni M Nabil dan M Ridwan Raziq yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang kesembilan, Dewi menegaskan pihaknya sudah mengajukan keberatan jauh-jauh hari.
“Karena kita berharap bisa membuka semuanya. Mereka adalah saksi kunci dan saksi penting dalam perkara ini,” terangnya.
Baca: M Nabil dan M Ridwan Tak Hadir, JPU Bacakan Keterangan Keduanya di Sidang ke -9 Tipikor Alkes
Sesuai prosedur pengadilan, pihaknya menghormati pembacaan keterangan keduanya. Dewi membenarkan sesuai ketentuan bahwa seseorang yang diperiksa ke persidangan tidak boleh berkondisi sakit.
“Mau tidak mau kami mendengarkan. Ada surat keterangan dokter sebagai bukti keduanya sakit. Tadi terdakwa Suhadi sudah membantah keterangan saksi M Ridwan dan M Nabil yang dibacakan JPU,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya mengaku aneh dengan surat keterangan dokter untuk saksi M Nabil yang sempat dibaca oleh pihaknya minggu lalu. Di surat itu, M Nabil disebutkan menderita depresi berat.
“M Nabil menderita depresi. Namun apakah secara kedokteran, ahli penyakit dalam bisa memberikan diagnosa untuk depresi berat. Yang kami khawatirkan seperti kasus Pak Setya Novanto. Ini kita duga arahnya kesana,” imbuhnya.
Ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dan bertanggung jawab menuntaskan perkara ini. Jika tidak, maka kasus ini hanya akan berhenti di tiga terdakwa ini saja. Padahal, masih harus ada pengungkapan terhadap aliran-aliran dana proyek ini.
“Kalau saya nilai JPU sudah berupaya maksimal, M Nabil dan M Ridwan tidak bisa dihadirkan secara paksa karena sakit. Namun, saya tegaskan untuk pengungkapan kasus ini tinggal tergantung integritas dalam upaya penegakan hukum. Analisa saya kalau tidak memiliki integritas kuat untuk mengungkap ini maka akan berhenti kepada tiga orang ini saja,” tukasnya,