Soft Kill Wanita, Bermanfaat Untuk Menyampaikan Fenomena Sosial Secara Verbal dan Non Verbal

Syf Ema Rahmaniar berpendapat kurangnya soft skill menjadi salah satu kelemahan

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Madrosid
zoom-inlihat foto Soft Kill Wanita, Bermanfaat Untuk Menyampaikan Fenomena Sosial Secara Verbal dan Non Verbal
TRIBUNFILE/ISTIMEWA

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dosen Sosiologi di Universitas Tanjungpura sekaligus sekretaris Forhati (Forum Alumni HMI Wati) Provinsi Kalimantan Barat, Syf Ema Rahmaniar berpendapat kurangnya soft skill menjadi salah satu kelemahan perempuan dalam menyampaikan informasi secara verbal maupun non verbal.

Hal ini menyebabkan peran perempuan dalam pengambilan kebijakan publik sangat kecil.

Dia mengungkapkan soft skill seperti kemampuan menulis menjadi penting bagi perempuan agar perempuan dapat menyampaikan fenomena sosial yang terjadi, menuangkan dalam tulisan dan menyampaikan dalam bahasa.

Baca: Bolehkah Merayakan Ulang Tahun dengan Tiup Lilin Dalam Islam?

"Perempuan perlu meningkatkan soft skill agar bisa berkomunikasi, dapat memahami situasi maupun kondisi," ujarnya, Selasa (20/2/2018).

Soft skill seperti kemampuan menulis merupakan skill yang bisa diajarkan atau ditransformasikan sejak dini, namun sayangnya dia mengungkapkan jika masyarakat cenderung tidak memberikan didikan agar soft skill ini terbentuk sejak dini.

"Sehingga ketika isu politik menguat, yang seharusnya masyarakat menyampaikan evaluasinya, baik tertulis maupun langsung, malah terhambat," tambahnya.

Masyarakat dikatakannya memiliki peran penting untuk memberikan monitoring yang harus disampaikan secara tulisan maupun verbal.

"Ketidakmampuan perempuan untuk menyampaikan pendapat secara tulisan maupun verbal akibat rendahnya soft skill inilah yang jadi permasalahan mengapa sedikit perempuan yang turut serta dalam pengambilan kebijakan publik," jelasnya.

Selain rendahnya soft skill perempuan, kenyataan yang membuat kebijakan publik berbasis gender masih rendah adalah anggota legislatif perempuan belum mencapai kuota di mana perempuan diberi kuota hingga 30 persen di bangku politik.

"Kenyataan masih selalu di bawah, kuantitas masih di bawah kuota yang diharapkan," ujarnya.

Baca: Yuk Ramaikan Senam Yahuud GPU -Tribun Pontianak, Perdana di 2018

Meski peran perempuan sudah banyak perubahan signifikan, tapi keterlibatan perempuan dalam politik hanyalah kewajiban partai. Partai wajib merekrut perempuan karena jika tidak, mereka tidak bisa dapat pemilu. Namun sayangnya perekrutan kader perempuan di partai hanya merupakan keterwakilan substansial, tidak ada upaya untuk merekrut kader perempuan yang memang berkompeten untuk duduk di bangku legislatif maupun eksekutif.

"Punya peluang kompetisi masih kecil, tidak banyak upaya untuk mengadakan pendidikan politik bagi masyarakat. Kemampuan melobi, negosiasi, komunikasi, menyesuaikan kondisi lokal maupun komunitas," paparnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved