Apindo Prediksi Tak Ada Perkembangan Ekonomi Signifikan di 2018

Konggo Tjintalong Tjondro memprediksi di tahun 2018 tidak ada perkembangan ekonomi yang siginifkan di Kabupaten Sanggau.

Penulis: Hendri Chornelius | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ HENDRI CHORNELIUS
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sanggau, Konggo Tjintalong Tjondro 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Hendri Chornelius

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SANGGAU - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sanggau, Konggo Tjintalong Tjondro memprediksi di tahun 2018 tidak ada perkembangan ekonomi yang siginifkan di Kabupaten Sanggau. Meskipun secara nasional sebaliknya.

“Kalau Sanggau saya masih lihat seperti biasa. Tidak ada yang signifikan. Contoh paling sederhana itu kan kelapa sawit. Sekarang kan turun lagi TBS, Rp1.200 perkilo. Artinya di pabrik tinggal Rp1.500 lebih. Ini turun terus. Itu yang saya tahu, karena saya mengalami. Getah juga tidak ada perubahan, masih Rp9.000 atau Rp8.000. Kalau kulat Rp 5.000 atau Rp6.000, artinya di pabrik kan segitu juga,” katanya, Kamis (4/1/2018).

Dikatakan Anggota DPRD Sanggau itu, Sawit dan karet, menjadi dua komoditi terbesar di Kabupaten Sanggau. Sementara target pertumbuhan ekonomi secara nasional kan 5 sampai 5,3 persen, itu belum berubah.

“Saya kira tidak ada yang istimewa untuk 2018 di Sanggau. Indikatornya kan sawit dan karet. Karet itu sudah 3 sampai 4 tahun tidak ada perubahan. Sehingga petani karet mau motong getahnya untuk menanam sawit. Kita tidak tahu apakah ada persaingan dari Thailand, Vietnam, atau Malaysia,” tegas Politisi Partai Golkar Sanggau itu.

Sementara, Upah Minium Kabupaten (UMK) setiap tahun terus meningkat. Perusahaan, tentu akan mengefektifkan kinerja mereka.

“Banyak perusahaan sekarang tidak bisa ekspor ke luar, dan mengurangi biaya produksi. Bisa bertahan saja sudah bagus sekarang ini. Banyak perusahaan sawit itu yang mengurangi biaya produksi, Cuma mereka tidak ekspose. Karena pembeli tidak ada, harga sawit dan karet begitu-begitu saja. Memproduksi CPO itu, mereka butuh biaya produksi lebih besar ketimbang hasil jual CPO,” jelasnya.

Karena menjadi komoditi unggulan dan terbesar, harga sawit dan karet yang cenderung stagnan akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Dan pada akhirnya berpengaruh pada usaha-usaha retail.

“Sampai hari ini, daya beli masyarakat rendah. Itu yang butuh solusi. Bagaimana pemerintah menaikkan daya beli masyarakat. Sekarang orang yang penting (memenuhi) kebutuhan pokok dulu,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved