Demi Nama Baik Perguruan Tinggi, Direktur CBA: Hamka Harus Mundur dari Rektor IAIN
Harusnya mundur. Ini untuk menjaga citra atau nama baik kampus IAIN Pontianak di mata publik
Penulis: Hadi Sudirmansyah | Editor: Jamadin

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Hadi Sudirmansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan demi citra atau nama baik perguruan tinggi seorang pimpinan perguruan tinggi yang telah di tetapkan sebagai terdakwa atau tersangka harus mengundurkan diri.
Pernyataan ini ia menanggapi dengan masih menjabatnya Rektor IAIN Pontianak Hamka Siregar meskipum saat ia telah menjadi terdakwa tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Pontianak
Menurut dia, jangankan sudah menjadi terdakwa, ketika ditetapkan sebagai tersangka pun, seorang pejabat publik harus mengundurkan diri.
(Baca: Kapolres Klaim Kesadaran Masyarakat Berlalulintas Semakin Meningkat )
"Harusnya mundur. Ini untuk menjaga citra atau nama baik kampus IAIN Pontianak di mata publik," kata Uchok, pada Jumat (10/11).
Menurutnya tindak Korupsi merupakan salah satu kasus luar biasa. Dan selalu menjadi atensi. Maka dari itu, untuk memperlihatkan sikap kesadaran diri tidak perlu lagi melihat Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor.
"Kesadaran diri saja. Jadi tugas-tugas kampus bisa lancar. Dan bisa fokus sama persoalan hukum," ujarnya.
Selain itu, dia menganggap Kementerian Agama telah melakukan pembiaran terkait masih menjabatnya Hamka Siregar sebagai Rektor IAIN Pontianak kendati sudah menjadi terdakwa.
(Baca: Maksimalkan Penanggulangan Bencana, Ini Prasarana yang Dibutuhkan Satpol PP )
Padahal, tahun 2015 lalu, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Deddy Ismatullah dicopot dari jabatannya lantaran melanggar aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sementara itu informasi yang di peroleh dari internal di lingkungan Kampus IAIN Pontianak yang enggan di ungkap identitasnya yang mengatakan ada kelemahan PMA Nomor 68 Tahun 2015 tersebut lantaran proses birokrasi dalam pemecatannya. Pemecatan rektor dalam PMA tersebut dilakukan Menteri Agama.
“Hamka menjadi terdakwa sudah lebih 37 hari namun belum juga diberhentikan dari jabatan rektor. Menurut saya ada dua kemungkinan,” katanya.
Yang pertama karena tidak jelasnya mekanisme pemberhentian. Dia meyakini, mayoritas civitas akademika turut resah dan protes atas keadaan ini. Namun tidak tahu tindakan hukum yang legal. Menurut dia, Anggota Senat sendiri juga bingung menyikapi hal ini.
Kedua, di tengah arus media yang global, bahkan kasus ini sendiri sudah diliput beberapa media televisi nasional, agak sulit meyakini bahwa pejabat Kemenag tidak tahu. Sehingga patut diduga, Hamka masih memiliki kekuatan politik untuk meredam informasipemberitaan.
Dia berharap Hamka dapat mundur dari jabatannya, karena persoalan ini bukan hanya masalah hukum tapi moralitas.
“Status terdakwa sekali pun secara hukum belum jadi terpidana, namun sudah menyalahi nilai-nilai moralitas. Bukankah ketaatan tertinggi seorang hamba di hadapan Tuhan adalah ketaatan moralitas,” tutupnya.