Tim Penasehat Hukum Minta Rektor IAIN Pontianak Dibebaskan, Ini Alasannya
Hamka yang mengenakan kemeja panjang biru muda bergaris plus peci hitam renda tampak tenang dan sehat.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan meubelair Rumah Susun Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (Rusunawa IAIN) Pontianak Tahun Anggaran 2012, Hamka Siregar jalani sidang kedua di Ruang Kartika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Pontianak, Jalan Urai Bawadi, Kamis (26/10/2017) pukul 12.07 WIB.
Sidang beragenda pembacaan eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh pihak terdakwa.
Sidang nomor perkara 48/Pid.Sus-TPK/2017/PN Ptk dipimpin oleh Hakim Ketua Haryanta SH MH bersama dua orang hakim anggota dan panitera.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak mengutus dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Rita Hilga SH dan Juliantoro SH.
(Baca: Sidang Lanjutan Hamka Siregar Awal November, Ini Penjelasan Hakim )
Hamka yang mengenakan kemeja panjang biru muda bergaris plus peci hitam renda tampak tenang dan sehat.
Ia didampingi lima orang kuasa hukum diantaranya Syafruddin Nasution SH MH, Maskun Sopian SH, Abid Arfiansyah SH, Muhammad Merza Berliandy SH dan Sobirin SH.
Dalam sidang, Tim Penasehat Hukum Terdakwa meminta Majelis Hakim Pemeriksa Perkara memberi putusan primair diantaranya menerima dan mengabulkan eksepsi terdakwa seluruhnya, menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya dakwaan JPU tidak dapat diterima dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
(Baca: Sidang Kedua, Rektor IAIN Pontianak Ajukan Eksepsi )
“Kami juga minta Hakim memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Membebankan biaya perkara ini kepada negara. Untuk subsidair, kami minta hakim berikan putusan seadil-adilnya,” ungkap Kuasa Hukum Terdakwa, Muhammad Merza Berliandy SH saat bacakan eksepsi.
Eksepsi diajukan lantaran JPU tidak cermat dan keliru dalam perkara ini.
Tim menilai dakwaan JPU salah penerapan hukum. Tim keberatan dengan surat dakwaan JPU nomor registrasi perkara : 04/Pidsus/K/08/2017 tanggal 2 Oktober 2017.
Keberatan tersebut karena surat dakwaan yang disusun JPU telah mendakwa terdakwa dengan dakwaan primer maupun dakwaan subsidair dengan menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto (jo) UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.