Berita Viral

POLISI Tembak Mati Anak Gangguan Jiwa di OKU 2025, Keluarga Protes

Kasus penembakan di OKU saat penangkapan seorang anak gangguan jiwa menimbulkan protes. Simak kronologi, tanggapan keluarga.

YouTube Tribunnews
POLISI TEMBAK ODGJ - Foto ilustrasi hasil olah YouTube Tribunnews, Rabu 29 Oktober 2025, memperlihatkan kasus penembakan di OKU saat penangkapan seorang anak gangguan jiwa menimbulkan protes. Simak kronologi, tanggapan keluarga, dan langkah selanjutnya sekarang! 
Ringkasan Berita:“Anakku itu gilo (gila), kalau memang salah, tangkap bae (saja), jangan ditembak,” ujar Indri.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Keluarga korban menghadapi duka mendalam setelah insiden penembakan yang menewaskan anak mereka oleh pihak kepolisian di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). 

Dalam insiden ini, penembakan di OKU menjadi sorotan utama saat ayah korban menyebut bahwa anaknya mengalami gangguan jiwa dan tak seharusnya ditembak mati. 

Keluarga mengaku terpukul dan mendesak agar pihak polisi mempertimbangkan kondisi kejiwaan sebelum mengambil tindakan. 

Di sisi lain, polisi mengungkap kronologi bahwa penangkapan berlangsung karena pelaku melakukan perusakan dan mengancam petugas. 

Kasus penembakan di OKU ini memunculkan pertanyaan besar mengenai prosedur penggunaan senjata api oleh aparat terhadap seseorang yang diduga mengalami gangguan kejiwaan. 

Seluruhnya menimbulkan debat tentang hak asasi manusia, aturan penindakan, dan keadilan bagi korban serta keluarga. 

Kasus ini menjadi gambaran penting atas bagaimana aparat penegak hukum bertindak dalam situasi genting serta dampaknya bagi keluarga korban dan masyarakat luas.

Duduk Perkara Kakak di Malang Sekap dan Cekoki Adik dengan Narkoba 2025

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Latar Belakang dan Kronologi Penembakan di OKU

Pada Selasa, 28 Oktober 2025, seorang pria berinisial P (29 tahun) yang dikenal sebagai Padly bin Indri Kalfi dari Kelurahan Kemelak Bindung Langit, Kecamatan Baturaja Timur, OKU, tewas ditembak oleh aparat dari Polres Ogan Komering Ulu. 

Kronologi dimulai ketika P terekam CCTV merusak dua pos lalu-lintas di wilayah OKU sekitar pukul 02.15 WIB, menggunakan sepeda motor dengan pelat nomor BG 6560 RC.

Tim Satreskrim kemudian melakukan penangkapan sekitar pukul 08.00 WIB saat P berada di lokasi yang sama. 

Saat hendak diamankan, P dilaporkan mengancam petugas dengan senjata tajam dan benda bulat hitam yang hendak dilemparkan. 

Polisi memberikan tembakan peringatan namun P tetap mendekat sehingga akhirnya petugas menembak mengenai bahu dan perutnya hingga tewas. 

Kapolres OKU, Endro Aribowo, mengemukakan bahwa penyelidikan menemukan akun media sosial milik P yang menunjukkan kebencian terhadap polisi dan ancaman tanpa sebab jelas. 

Sementara itu, keluarga korban menyebut bahwa P mengalami gangguan jiwa dan tidak seharusnya ditembak mati, melainkan ditangkap saja dan diberi penanganan sesuai kondisi kejiwaannya.

Protes Keluarga: “Anakku Gila, Tangkap Saja, Jangan Ditembak”

Keluarga korban, terutama ayah P, yakni Indri Kalfi, menyatakan protes keras atas peristiwa tersebut. 

Ia menyebut anaknya “gila” (gangguan jiwa) dan mengatakan bahwa jika memang terjadi kesalahan maka seharusnya dilakukan penangkapan biasa, bukan dengan tindakan tembak mati.

“Anakku itu gilo (gila), kalau memang salah, tangkap bae (saja), jangan ditembak,” ujar Indri.

Keluarga merasa kejadian ini bukan hanya tragedi pribadi, tapi juga menunjukkan ketidakadilan dalam prosedur aparat ketika menghadapi seseorang dengan penyakit kejiwaan. 

Mereka meminta agar pihak kepolisian mempertimbangkan faktor medis dan kondisi mental sebelum mengambil langkah ekstrem.

Prosedur Kepolisian dan Alasan Penggunaan Tembakan

Dari pihak kepolisian, dijelaskan bahwa penggunaan senjata api dibenarkan karena situasi dianggap mengancam keselamatan petugas. 

Tim gabungan Satreskrim menerima laporan bahwa pelaku merusak fasilitas publik, kemudian saat akan ditangkap menunjukkan sikap agresif dan mengancam menggunakan benda berbahaya. 

Polisi sempat memberikan tembakan peringatan namun tidak diindahkan. 

Kapolres menyebut bahwa tiga anggota Reskrim telah diamankan untuk penyelidikan internal terkait prosedur penembakan. 

Meskipun demikian, pihak keluarga menilai bahwa bukti gangguan jiwa belum sepenuhnya diperhitungkan, sehingga menimbulkan kritik terhadap prosedur penegakan hukum yang bersifat memaksa tanpa memperhitungkan kondisi medis.

Dampak Sosial dan Isu Hak Asasi dalam Kasus Penembakan

Kasus penembakan di OKU ini memunculkan sejumlah isu penting:

– Isu penggunaan kekuatan oleh aparat

Ketika aparat menggunakan senjata api terhadap warga, terutama yang diduga memiliki gangguan kejiwaan, muncul pertanyaan tentang seberapa jauh kewenangan dan langkah preventif yang dilakukan sebelumnya.

– Perlindungan hak asasi manusia

Korban yang mengalami gangguan kejiwaan memiliki hak perlindungan khusus dalam sistem peradilan dan penindakan. 

Apabila prosedur tidak mempertimbangkan aspek ini, maka risiko pelanggaran HAM muncul.

– Transparansi dan akuntabilitas aparat

Dengan adanya pemeriksaan internal terhadap anggota yang terlibat, masyarakat menunggu hasil evaluasi dan apakah akan ada sanksi bila ditemukan penyimpangan dalam prosedur.

– Kesejahteraan mental dan penegakan hukum

Kejadian ini menunjukkan bahwa penanganan terhadap pelaku yang berpotensi memiliki gangguan jiwa membutuhkan pendekatan yang berbeda tidak selalu berbasis kekerasan fisik semata.

Langkah Selanjutnya: Apa yang Harus Dilakukan?

Pemeriksaan internal dan publik

Pihak kepolisian di OKU telah mengamankan tiga anggota untuk penyelidikan lanjutan. 

Hasil pemeriksaan ini penting untuk menjawab apakah prosedur penembakan sudah sesuai dengan SOP.

Audit prosedur penindakan terhadap pelaku gangguan kejiwaan

Karena keluarga menyebut pengidap gangguan jiwa, maka dibutuhkan kajian apakah saat penangkapan unsur gangguan kejiwaan sudah dipertimbangkan dan bagaimana prosedur tindakan di lapangan.

Pendampingan hukum bagi keluarga korban

Keluarga memiliki hak mendapatkan informasi lengkap dan memperoleh pendampingan agar hak-hak korban dan keluarganya terlindungi.

Sosialisasi dan pelatihan aparat tentang penanganan pelaku gangguan kejiwaan

Untuk mencegah kejadian serupa, aparat perlu mendapatkan pelatihan khusus dalam menghadapi situasi dengan pelaku yang memiliki kondisi kejiwaan.

Transparansi publik

Publik menunggu kejelasan: Apakah penggunaan senjata api bisa dibenarkan? Apakah semua prosedur sudah terpenuhi? Apakah ada reparasi atau sanksi bila ada kesalahan?

Kasus penembakan di OKU oleh aparat yang mengakibatkan kematian seorang pria berinisial P dan memunculkan tanggapan keras dari keluarganya memberikan gambaran kompleksnya persinggungan antara penegakan hukum dan pemenuhan hak asasi manusia bagi pelaku yang berpotensi memiliki gangguan kejiwaan. 

Keluarga menilai tindakan tembak mati tidak pantas, sedangkan polisi menegaskan bahwa tindakan mereka didasarkan pada ancaman dan prosedur. 

Ke depan, hasil penyelidikan internal, evaluasi prosedur, dan pelajaran sosial dalam hal penanganan kondisi kejiwaan akan menjadi penting agar penegakan hukum tetap efektif namun berkeadilan.

Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap tindakan aparat harus diseimbangkan dengan perlindungan hak asasi dan pendekatan manusiawi terutama bila kondisi medis seperti gangguan jiwa turut terlibat.

(*)

Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Terpukul Anaknya Ditembak Mati Polisi OKU, Ayah: Dia Gila, Salah Tangkap Saja, Jangan Ditembak! dan Tribun Sumsel dengan judul topik Pria di OKU Tewas Ditembak Polisi

* Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
* Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved