Tren CAPD Naik di RSUD dr Soedarso, Pasien Gagal Ginjal Bisa Cuci Darah di Rumah dengan Aman

CAPD diperuntukkan bagi pasien gagal ginjal kronis yang fungsi ginjalnya tidak mungkin kembali normal.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Anggita Putri
PELAYANAN KESEHATAN - Dokter di RSUD dr  Soedarso yakni dr. R. Sony Yusuf Wibisono, Sp.PD-KGH, FINASIM dalam bincang Informasi Pelayanan Kesehatan (Bimgke Soedarso) Triponcast bersama Tribun Pontianak, yang ditayangkan langsung di YouTube Tribun Pontianak, Kamis 18 September 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Dokter di RSUD dr  Soedarso yakni dr. R. Sony Yusuf Wibisono, Sp.PD-KGH, FINASIM, menjelaskan tentang Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) sebagai salah satu solusi sebuah metode cuci darah (dialisis) untuk penderita gagal ginjal.

Penjelasan tersebut disampaikan dalam bincang Informasi Pelayanan Kesehatan (Bimgke Soedarso) Triponcast bersama Tribun Pontianak, yang ditayangkan langsung di YouTube Tribun Pontianak, Kamis 18 September 2025.

Menurut dr. Sony, CAPD merupakan terapi pengganti ginjal berupa dialisis dengan bantuan membran peritoneum (selaput perut).

“CAPD memungkinkan proses ‘cuci darah’ dilakukan di dalam rongga perut. Dialisis itu ada dua macam, yaitu hemodialisis yang menggunakan mesin, dan peritoneal dialisis yang memanfaatkan membran perut. CAPD adalah salah satu bentuk peritoneal dialisis yang bisa dilakukan secara mandiri,” jelasnya.

Ia menambahkan, CAPD menjadi pilihan terapi karena lebih fleksibel, dapat dilakukan di tempat yang bersih tanpa harus datang ke rumah sakit seperti pada hemodialisis yang menggunakan mesin,

“CAPD baik untuk menjaga fungsi jantung dan nutrisi pasien, serta membantu mempertahankan fungsi ginjal yang masih tersisa. Pasien masih bisa buang air kecil, tekanan darah lebih terkontrol, kadar hemoglobin tidak cepat turun, dan pola makan lebih leluasa dibandingkan pasien hemodialisis,” ujarnya.

Dr. Sony menjelaskan, pada dialisis terdapat dua komponen utama: darah dan cairan dialisis. Di antara keduanya terdapat membran yang berfungsi sebagai penyaring. Pada hemodialisis, membran itu berupa tabung di dalam mesin, sedangkan pada CAPD, membrannya adalah selaput peritoneum di dalam perut.

“Darah yang mengandung racun dan kelebihan cairan akan difiltrasi oleh membran peritoneum, kemudian hasil saringan tersebut masuk ke dalam cairan dialisis. Cairan ini dibiarkan selama sekitar enam jam, lalu diganti dengan yang baru,” katanya.

Baca juga: Wawako Pontianak Serahkan Bantuan Bibit Ikan Nila untuk Budidaya Keramba

Keunggulan CAPD adalah dapat dilakukan di mana saja, asalkan lingkungan bersih, bahkan di dalam mobil. Biasanya keluarga pasien akan dilatih setelah pemasangan agar dapat merawatnya dengan benar dan mencegah infeksi.

Setelah itu pasien bisa pulang dan menjalankan CAPD secara mandiri.

CAPD diperuntukkan bagi pasien gagal ginjal kronis yang fungsi ginjalnya tidak mungkin kembali normal.

“Selama pasien masih makan, minum, dan bernapas, ia memerlukan terapi pengganti ginjal, baik CAPD, hemodialisis, maupun transplantasi,” ujar dr. Sony.

Efek samping yang paling sering terjadi pada CAPD adalah infeksi. Karena itu pasien dan keluarga harus memahami prosedur yang benar sebelum menjalankan terapi di rumah.

Dr. Sony menyebutkan, penyebab gagal ginjal ada yang bisa dimodifikasi, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas, serta yang tidak dapat diubah, misalnya usia. Faktor lain yang dapat memicu kerusakan ginjal adalah penyakit autoimun, batu ginjal, kista, infeksi, merokok, dan konsumsi alkohol.

“Ginjal berfungsi menjaga keseimbangan cairan, mengatur tekanan darah, dan membantu metabolisme tulang. Kekurangan asupan air bisa menyebabkan dehidrasi yang merusak ginjal, sedangkan kelebihan air juga tidak baik karena dapat membebani jantung, terutama pada pasien gagal ginjal. Semuanya harus sesuai takaran,” jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved