TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Terungkap biang kerok penyebab harga mahal hingga Mentan klaim mulai turun di 13 provinsi selengkapnya cek disini.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menyatakan bahwa harga beras di 13 provinsi mulai menunjukkan penurunan, setelah pemerintah melalui Perum Bulog melakukan operasi pasar dengan menggelontorkan beras SPHP sejak Juli 2025 lalu.
Pernyataan Amran disampaikan dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Kamis 21 Agustus 2025.
“Nah ini terjadi penurunan harga beras di 13 provinsi sekarang. Kita akan lakukan (SPHP) sampai Desember (2025), rencana kita terus menerus,” ujar Amran saat raker.
Menurutnya, operasi pasar menjadi instrumen utama pemerintah menekan harga beras.
• UPDATE Daftar Lengkap Harga Sembako Papua Hari Ini: Beras Cabai hingga Minyak Goreng
Saat ini, distribusi beras melalui operasi pasar sudah mencapai 6.000 ton per hari. Jumlah ini, klaim Amran, mulai berdampak pada stabilitas harga di sejumlah daerah.
“Operasi pasar sekarang sudah mencapai kurang lebih, hariannya 6.000 ton per hari, Bu Ketua. Sekarang sudah terjadi penurunan, kita lihat berita yang tadi, sudah terjadi penurunan harga,” paparnya.
Kini cadangan beras untuk operasi pasar mencapai 1,3 juta ton, jumlah yang disebut sebagai tertinggi sepanjang sejarah.
Stok itu sebagian besar berasal dari produksi dalam negeri, sementara soal beras impor dengan kualitas lama diprioritaskan digelontorkan lebih dulu agar tidak menumpuk di gudang.
“Karena stok kita cukup besar, dan juga seperti arahan sebelumnya dari Ibu Ketua dan anggota Komisi IV bahwasannya stok yang umurnya agak tinggi, ini yang kita habiskan.
Sehingga stok di akhir tahun nanti adalah semuanya produksi dalam negeri, tidak ada beras impor, dan berasnya masih segar,” beber Amran.
Di lapangan, harga beras masih tinggi
Meski demikian, klaim penurunan harga beras masih menyisakan pertanyaan.
Sejumlah laporan di lapangan menunjukkan harga beras di beberapa pasar tradisional dan ritel modern belum benar-benar stabil, bahkan di beberapa daerah masih melambung di atas harga eceran tertinggi (HET).
Kondisi tersebut menimbulkan keraguan apakah operasi pasar benar-benar efektif menahan lonjakan harga atau sekadar solusi jangka pendek.