Pada 28 Mei 2025, sekitar pukul 05.00 WIB, Nazwa berpamitan dan meninggalkan rumah.
Lanniari sempat ingin mendampingi, namun karena kelelahan ia kembali tertidur.
Keesokan harinya, sebuah pesan WhatsApp datang. Nazwa menulis bahwa ia meninggalkan kunci rumah di jendela.
Saat dihubungi, ia hanya mau berkomunikasi lewat SMS.
Kecurigaan mulai muncul, tapi Lanniari tidak menduga anaknya sudah jauh meninggalkan Medan.
Beberapa hari kemudian, kabar mengejutkan datang. Nazwa ternyata sudah berada di Bangkok, Thailand.
“Saya sempat pingsan saat mendengar itu. Nazwa bilang bersama teman PKL, tapi setelah saya desak, ternyata ia pergi sendiri,” kenang Lanniari.
Dari Bangkok, jejak langkah Nazwa kemudian berlanjut ke Kamboja.
Hingga akhirnya pada awal Agustus, kabar buruk menghantam keluarga.
Kabar dari KBRI: Dirawat, Lalu Meninggal Dunia
Pada 7 Agustus 2025, Lanniari menerima telepon dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.
Putrinya sedang sakit dan dirawat intensif di State Hospital, Provinsi Siem Reap.
Namun, alih-alih diizinkan menemui sang anak, Lanniari justru mendapat larangan. “KBRI bilang jangan datang, karena katanya anak saya benci melihat saya. Mereka sarankan adik saya yang berangkat,” ucap Lanniari, matanya berkaca-kaca.
Harapan masih sempat tumbuh.
Tetapi hanya lima hari kemudian, pada 12 Agustus, kabar duka datang.