TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Jelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, perhatian publik kembali tertuju pada kisah-kisah heroik yang menyertai detik-detik Proklamasi.
Salah satu yang menarik perhatian adalah asal usul mikrofon yang digunakan Ir. Soekarno saat membacakan naskah proklamasi pada pagi 17 Agustus 1945.
Selama puluhan tahun, keberadaan mikrofon bersejarah tersebut menjadi misteri. Namun, berdasarkan catatan Sudiro seorang pejuang kemerdekaan dalam buku Saya Sekitar 17 Agustus '45 terbitan Yayasan Idayu Jakarta, akhirnya terungkap bahwa mikrofon tersebut bukanlah hasil curian dari Belanda, sebagaimana rumor yang selama ini beredar.
Peminjaman Mikrofon di Pagi Buta
Menjelang proklamasi, dua pemuda bernama Wilopo dan Njonoprawoto mengendarai mobil berkeliling kota Jakarta untuk satu misi penting: meminjam mikrofon.
Upaya mereka membawa mereka kepada seorang pemilik Radio Satriya bernama Gunawan, yang dikenal sangat terampil merakit alat-alat elektronik sendiri.
• Teka-teki 17 Agustus 2025, Bikin Acara Agustusan Makin Seru dan Penuh Tawa
Mikrofon dan tiang penyangga yang digunakan dalam momen bersejarah itu merupakan hasil karya tangan Gunawan sendiri.
Bahkan, pengeras suara dan sistem suaranya dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti bungkus rokok.
Namun, baik Wilopo maupun Njonoprawoto tidak menjelaskan kepada Gunawan untuk apa mikrofon itu akan digunakan.
Gunawan yang tidak ingin peralatannya rusak karena dirakit sembarangan, meminta saudaranya, Sunarto, untuk ikut dan membantu.
Di dalam mobil barulah Sunarto diberi tahu bahwa mikrofon itu akan digunakan dalam momen penting: pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Peran Mikrofon Buatan Lokal dalam Sejarah Bangsa
Setibanya di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Sunarto segera memasang mikrofon tersebut.
Perangkat inilah yang membantu suara Bung Karno terdengar oleh rakyat yang hadir secara langsung dalam peristiwa bersejarah tersebut.
"Jadi tidak benar bahwa mikrofon satu-satunya yang dipakai dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu merupakan hasil curian dari Belanda. Itu tidak sesuai fakta," tegas Sudiro dalam catatannya.