TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS – Luka duka mendalam masih dirasakan oleh Munziri, ayah kandung Wardi (26), pemuda asal Dusun Parit Lintang, Desa Serumpun, Kecamatan Salatiga, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang menjadi korban pengeroyokan hingga meninggal dunia.
Meski rekonstruksi kasus pengeroyokan telah dilakukan, namun rasa kehilangan belum hilang dari hati sang ayah.
Saat ditemui di kediamannya pada Jumat pagi, 25 Juli 2025, Munziri baru saja kembali dari sawah. Suaranya lirih saat mengingat peristiwa yang merenggut nyawa putranya.
“Saya sangat tidak menyangka kalau kejadiannya harus seperti ini,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Tak Ada Pamitan, Pulang dengan Luka
Munziri mengisahkan bahwa malam sebelum kejadian, Wardi hanya terlihat duduk santai bersama teman-temannya di teras rumah.
Tanpa pamit, ternyata Wardi keluar malam itu untuk menonton hiburan musik di Desa Seburing.
Baca juga: 10 Fakta Rio Fanderi Mahasiswa IAIN Pontianak Meninggal Dunia, Temuan Medis Janggal & Hasil Autopsi?
Rabu dini hari, 9 Juli 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, rumah mereka diketuk seseorang.
Munziri terbangun, membuka pintu, dan terkejut mendapati Wardi dalam kondisi setengah sadar dan penuh luka.
“Dia diantar temannya, kondisinya lemas, menahan sakit di bagian kepala dan bahu,” ungkap Munziri.
Melihat kondisi anaknya yang mengenaskan, ia segera membawa Wardi ke RS Pemangkat untuk mendapatkan penanganan medis.
Di sana, Wardi menjalani visum dan scan kepala, yang menunjukkan adanya luka terbuka dan retak di kepala.
Baca juga: POLISI Sita Barang Bukti Kasus Tewasnya Rio Fanderi Mahasiswa IAIN Pontianak, Ada Bukti yang Hilang!
Namun, dokter menyatakan Wardi bisa pulang.
Wardi sempat kembali ke rumah, diberi makan dan minum obat oleh orang tuanya.
Tapi sekitar pukul 22.00 WIB, kondisinya memburuk, Wardi mengeluh sakit hebat di kepala dan napasnya mulai memburuk.