TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Resmi berubah kelompok orang yang boleh memiliki sertifikat tanah hak milik per 1 Agustus 2025 dalam aturan terbaru cek disini.
Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang berlaku di Indonesia.
Namun, tidak semua orang boleh memiliki SHM.
Ada batasan tertentu yang diatur oleh hukum pertanahan nasional.
Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis mengatakan, SHM adalah jenis hak atas tanah yang paling kuat, terpenuh, dan turun-temurun yang dapat dimiliki oleh individu atau badan hukum.
• RESMI Aturan Ujian Nasional Terbaru Diganti Tes Kemampuan Akademik Lengkap Jadwal TKA SMA/SMK 2025
"Hak ini memberikan wewenang penuh kepada pemilik untuk menguasai dan menggunakan tanah tersebut untuk segala keperluan," ujarnya.
Dilansir dari laman Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Sumatera Barat, pihak yang boleh memiliki SHM sebagai berikut:
- Warga Negara Indonesia (WNI);
- Badan hukum tertentu (misalnya, koperasi atau yayasan keagamaan), dengan ketentuan khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.
Dengan demikian, SHM tidak boleh dan bisa dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) atau badan hukum asing.
Hal itu juga diperkuat oleh isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrari (UUPA).
Di dalam Pasal 21 tertulis bahwa hanya WNI dapat mempunyai Hak Milik. Kemudian badan-badan hukum dapat mempunyai Hak Milik sesuai dengan syarat yang ditetapkan pemerintah.
Adapun WNA yang sesudah berlakunya UUPA memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.
Serta WNI yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya UUPA kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.
Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau Hak Milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.