Menurut informasi yang dihimpun dari kepolisian, total biaya perjalanan wisata selama tiga hari dua malam mencapai Rp101,3 juta.
Namun, dari kewajiban uang muka (DP) sebesar Rp80 juta yang harus dibayarkan GTAT ke kapal, baru Rp24,3 juta yang ditransfer.
Akibatnya, pihak kapal menolak memberangkatkan turis karena belum menerima pembayaran sesuai kesepakatan.
"Alasannya pihak agen GTAT belum menyelesaikan pembayaran DP Rp80 juta, dan baru membayarkan Rp24,3 juta. Para wisatawan kemudian melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian," lanjut Ipda Hery.
Bagaimana Penyelesaian yang Ditempuh?
Setelah dilaporkan ke pihak berwenang, dilakukan mediasi antara wisatawan, agen GTAT, dan pihak kapal FSK.
Hasilnya, kapal akhirnya bersedia memberangkatkan para wisatawan ke Taman Nasional Komodo, meski pembayaran belum lunas.
"Semua wisatawan tersebut sudah ke destinasi wisata," kata Hery.
Meski persoalan teknis akhirnya terselesaikan, kasus ini meninggalkan luka dan menimbulkan kekhawatiran terkait kenyamanan dan keamanan wisatawan di destinasi unggulan Indonesia ini.
Apa Dampaknya bagi Citra Labuan Bajo?
Reputasi Pariwisata Terancam
Pelaksana Tugas Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Frans Teguh, menyayangkan insiden yang dinilai mencoreng citra Labuan Bajo sebagai destinasi prioritas nasional.
“Kasus ini tentunya dapat berdampak pada reputasi pariwisata Labuan Bajo dan kenyamanan wisatawan yang telah mempercayakan perjalanan mereka ke destinasi unggulan ini,” ujarnya pada Rabu (4/6/2025).
Apresiasi untuk Pihak Kapal
Frans turut mengapresiasi keputusan pihak kapal yang tetap memberikan pelayanan maksimal kepada para tamu, meskipun pembayaran belum sepenuhnya diterima.