TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkap sulitnya upaya penghapusan utang sekitar 1 juta UMKM di perbankan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman hadir sebagai salah satu pembicara dengan mengusung topik “Local Impact, Global Change: Strengthening Grassroots SMEs for a Sustainable Economy” (Dampak Lokal, Perubahan Global: Memperkuat UMKM Akar Rumput untuk Ekonomi yang Berkelanjutan) dalam gelaran Mata Lokal Fest 2025 yang digelar oleh Tribun Network di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis 8 Mei 2025.
Ia mengungkapkan ada 1.097.155 debitur dengan total piutang mencapai Rp 14,8 triliun yang akan dihapus utangnya.
Per 11 April 2025, baru ada 19.375 debitur UMKM yang telah menerima penghapusan utang dengan total nilai mencapai Rp 486,10 miliar.
• Bangkitkan Semangat Perjuangan, Pemerintah Gandeng Sejarawan Tulis Ulang Sejarah 350 Dijajah Belanda
Menurut Maman, capaian yang masih jauh dari target tersebut karena penghapusan utang ini memiliki kompleksitas yang luar biasa.
"Saya pikir tidak ada yang perlu disalahkan atau dijadikan kambing hitam terkait kenapa target ini belum bisa tercapai. Satu hal yang saya mau bilang bahwa kompleksitas melakukan upaya penghapus tagihan ini luar biasa kompleks," kata Maman ketika ditemui di sela-sela acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis 8 Mei 2025.
Maman menejelaskan ada tiga tantangan yang dihadapi.
Dua dari tiga tantangan tersebut telah tertangani contohnya dari sisi regulasi.
Sementara itu, tantangan dari sisi anggaran juga sudah tertangani setelah Himpunan Bank Negara (Himbara) selesai melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
RUPS telah rampung membahas soal pengalokasian anggaran kebutuhan penghapus tagihan yang kurang lebih mencapai Rp 14,8 triliun itu.
Tantangan berikutnya datang dari eksekusinya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), ada dua mekanisme untuk melakukan hapus tagih.
Mekanisme pertama adalah penagihan optimal dan yang kedua adalah mekanisme restrukturisasi.
Soal mekanisme restrukturisasi ini lah yang menurut Maman perlu dipahami.
Di dalam usaha mikro, pinjamannya rata-rata sebesar Rp 10 juta, Rp 20 juta, bahkan ada yang Rp 30 juta.
Menurut Maman, jika yang dilakukan adalah restrukturisasi, biaya untuk melakukan restrukturisasinya lebih besar dari pinjaman utangnya.
"Artinya menjadi tidak worth it untuk dilakukan restrukturisasi. Makanya di dalam usaha mikro tidak mengenal restrukturisasi," ujarnya.
Ini lah yang sedang dicari solusinya oleh semua pemangku kepentingan.
Dalam revisi undang-undang BUMN yang terbaru, Maman mengatakan telah memasukkan payung hukum yang menyebutkan bahwa penghapus tagihan bagi usaha mikro tidak perlu dilakukan restrukturisasi.
Upaya hapus tagih cukup melalui Peraturan Menteri BUMN yang disetujui oleh Danantara.
Maman pun berharap penghapusan utang bagi UMKM ini bisa secepatnya tuntas karena ada kurang lebih 1 juta pengusaha UMKM yang ingin bisa kembali berusaha.
"Ada kurang lebih satu jutaan orang yang berharap dapat kesempatan kembali untuk berusaha. Dengan dia masuk dalam kategori kredit bermasalah, dia enggak bisa melakukan aktivitas usaha. Jadi ini yang kami usahakan secepat mungkin," ucap Maman.
UMKM RI Perkuat SDGs
Selain itu, Maman juga mengungkapkan bahwa kerangka dan kebijakan Kementerian UMKM RI dalam memperkuat ketahanan ekonomi akar rumput (grassroots), meningkatkan daya saing produk lokal, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui program utama tentang penyediaan akses pendanaan, pelatihan, digitalisasi, dan perluasan pasar.
Ia menyebut, Kementerian UMKM saat ini diberikan amanah untuk mengurus sekitar 57-67 juta unit UMKM.
Lewat program pengembangan kapasitas, transformasi digital, dan model bisnis inklusif, Kementerian UMKM bertugas untuk memastikan agar UMKM terus naik kelas serta meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas agar terus tumbuh dan berkontribusi bagi ekonomi yang berkelanjutan.
Namun saat ini masih terdapat berbagai isu strategis yang menjadi tantangan UMKM untuk naik kelas, termasuk soal pembiayaan.
Adapun jumlah Usaha Mikro di Indonesia per tahun 2024 berjumlah 99,71 persen, Usaha Kecil 0,24 persen, dan Usaha Menengah 0,05 persen.
“Ini realitas, ada sebuah tantangan besar yang kita ingin terobos agar angka 99 persen bisa berkurang dan angka kecil dan menengahnya naik,” ujarnya.
Melalui Program SAPA UMKM, Kementerian UMKM tengah berupaya untuk mengintegrasikan seluruh informasi prospek dan potensi usaha ke dalam sebuah sistem.
“SAPA UMKM menjadi salah satu tools yang memverifikasi kategori usaha mikro, kecil, dan menengah serta siapa yang bisa dapat subsidi,” jelas Maman.
Hal lain yang disoroti oleh Maman adalah sertifikasi dan standarisasi berkelanjutan. Ia mengungkapkan, Kementerian UMKM bertugas mengorkestrasikan agar hambatan-hambatan ini dapat segera terselesaikan.
Potensi yang ada pada UMKM lokal dalam berkontribusi bagi ekonomi berkelanjutan sangatlah besar, namun dengan masih banyaknya tantangan yang ada, Menteri Maman menegaskan bahwa dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta.
“Tantangan ke depan kita tidaklah sesederhana. Problem yang ada memengaruhi bagaimana kita mengatasi dan memitigasi UMKM. Pertemuan kita di sini bisa membuat komunikasi antara kami pemerintah dan stakeholders yang ada,” ujarnya.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan kehadiran semua stakeholder menjadi pendukung kesuksesan kerja pemerintah untuk meningkatkan target pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu dibutuhkan kolaborasi,” pungkas Maman.
Selain sesi Summit, Mata Lokal Fest yang tahun ini mengusung tema “Cutting Edge for Local Sustainability” juga menghadirkan sesi penghargaan Mata Lokal Award 2025, rangkaian acara hiburan, dan stan UMKM.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menteri Maman Abdurrahman Ungkap Sulitnya Hapus Utang 1 Juta UMKM di Perbankan,