TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Ziarah kubur dikalangan masyarakat jelang Ramadhan sudah menjadi tradisi yang begitu lekat.
Bahkan dilakukan tiap minggu dan setiap hari besar baik Ramadhan ataupun Hari Raya.
Ziarah isinya membacakan doa-doa yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia.
Amalan ini disunnahkan bagi laki-laki sedangkan bagi perempuan hukumnya adalah makruh karena ditakutkan akan menjadi keluh kesah yang dapat membuatnya lupa pada kekuasaan Allah SWT.
Pelaksanaan ziarah kubur ini adalah agar kita selalu ingat kepada kehidupan sesudah mati, sebagaimana dalam riwayat Muslim Rasulullah saw pernah bersabda,
“Ziarahilah kubur, karena ia akan mengingatkanmu kepada kematian.”
Dalam hal adab atau etika ketika berziarah kubur, hingga detik ini masih banyak terjadi khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para ulama.
Terkait pelaksanaan ziarah kubur ini ada dua pendapat sejumlah golongan ulama.
Baca juga: BACAAN Doa Ziarah Kubur Menjelang Ramadan 2025: Amalan Sesuai Syariat Islam untuk Sambut Bulan Suci
Ulama Golongan Pertama Berpendapat Ziarah dengan Batasan Tertentu
Ziarah kubur memang disyariatkan oleh Islam namun ada batasan yang tidak boleh dilangga.
1. Tidak boleh mengkhususkan ziarah kubur pada hari tertentu, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Ulama golongan pertama mendasarkannya pada hadist ini:
“Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama ini, padahal bukan menjadi bagian (agama)-nya, ia tertolak.”
2. Adalah bid’ah membaca Al Fatihah atau ayat-ayat suci Al Qur’an di makam. Alasannya karena Rasulullah saw tidak pernah membaca apapun di makam kecuali berdoa untuk jenazah dan memintakan ampunan baginya.
3. Tidak diperbolehkan mengadakan suatu perjalanan khusus (dalam jarak jauh) untuk berziarah kubur. Rasulullah saw bersabda,
“Janganlah kalian bersusah payah mengadakan suatu perjalanan kecuali ke tiga tempat: Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsa.”
4. Meletakkan/menaburkan bunga pada jenazah atau makamnya. Hal ini dianggap menyerupai orang-orang kafir. Padahal Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk kaum itu.”
Termasuk kategori ini adalah mengukir nisan, membuat bangunan di atas makam, mengapur makam dan lain-lain.
5. Kerabat jenazah tidak diperbolehkan membaca Al Qur’an dan melakukan shalat dengan maksud pahala shalatnya ditujukan kepada mayat.
Namun demikian mereka diperbolehkan melakukan ibadah tertentu seperti berdoa, berhaji, umrah, shadaqah dan berkurban untuknya.
Demikian juga membayar hutang puasa jenazah.
Golongan Ulama Kedua Berpendapat dengan
Ziarah kubur disyariatkan oleh Islam namun tanpa ada banyak memberikan batasan-batasan.
1. Lebih utama berziarah ke makam pada malam Jum’at atau hari Jum’at.
Hal ini mereka landaskan pada perkataan Muhammad bin Annuman tentang perkataan Rasulullah saw:
”Siapa yang berziarah ke makam ayah ibunya tiap-tiap hari Jum’at, maka akan diampunkan baginya dan dituliskan sebagai anak yang berbakti.”
2. Membaca Al Qur’an dan surat-surat pendek di makam adalah disunahkan. Dari Anas bin Malik diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
”Barangsiapa berziarah ke kuburan, lalu membaca surat Yasin, maka Allah SWT meringankan siksa seluruh ahli kubur pada waktu itu. Selanjutnya, pembaca surat Yasin memperoleh pahala yang sama dengan jumlah pahala ahli kubur yang ada”
Hal ini juga dapat dirujuk pada Ensiklopedia Tematis Al Qur’an Buku 2: Konsep Taqwa, terbitan Kharisma Ilmu, halaman 114.
3. Diperbolehkan mengadakan perjalanan khusus (dalam jarak jauh) apabila keadaannya cukup memungkinkan untuk itu.
Namun jika tidak mampu atau dirasa tidak mendesak, tidak ada paksaan untuk melakukannya. Dasarnya adalah dari Buraidah, Rasulullah saw pernah bersabda:
”Dulu aku melarang kamu berziarah kubur, sekarang Muhammad telah mendapat izin berziarah ke makam ibunya, maka ziarahlah kamu, karena sesungguhnya ziarah itu mengingatkan kepada akhirat.”
Sementara Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya juga mengatakan bahwa ”Rasulullah saw pernah berziarah ke makam ibunya bersama seribu orang berkuda dan bersenjata. Pada waktu itu, beliau menangis tersedu-sedu dan belum pernah beliau menangis seperti itu.”
Terakhir dari Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud dikatakan, ”Rasulullah bersabda, ’Sesungguhnya makam yang kalian lihat aku berdoa, adalah makam ibuku, Aminah binti Wahab, aku memohonkan ampun baginya, tetapi Allah tidak memberiku ijin untuk memohonkan ampun dan Allah menurunkan firman-Nya: ”Tidaklah pantas bagi seorang Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampun bagi orang-orang musyrik.” (QS. At Taubah: 113). Maka aku merasa kasihan kepada ibuku, sampai aku menangis.’”
4. Meletakkan/menaburkan bunga di atas pusara makam adalah sunnah Rasulullah saw. Alasannya, dalam satu riwayat Rasulullah saw pernah meletakkan pelepah daun kurma segar di atas dua makam.
Para ulama golongan kedua berpendapat, sebagai ganti dari pelepah daun kurma segar maka bunga adalah yang paling tepat.
Hal ini dikarenakan bunga segar lebih mudah didapatkan di lingkungan kita daripada pelepah daun kurma.
Kalau kemudian kebiasaan semacam ini ada kemiripan dengan tradisi kuno, terutama tradisi Kejawen, hal ini tidak berarti bermakna sama.
Diriwayatkan Jabir bin Abdullah dikatakan: ”Aku pernah bepergian bersama Rasulullah saw.
Di perjalanan Rasulullah saw menghampiri dua makam yang penghuninya sama-sama disiksa.
Rasulullah saw kemudian bersabda: ’Sesungguhnya penghuni makam ini disiksa. Tidak disiksa karena dosa-dosa besar.
Melainkan seorang dari mereka karena mengumpat orang lain sedangkan orang yang kedua karena tidak membersihkan sisa kencingnya.’
Kemudian Rasulullah saw meminta satu pelepah daun kurma yang masih segar dan membelahnya menjadi dua. Lalu memerintahkan kepadaku untuk menancapkan kepada masing-masing makam tersebut, seraya berkata: ’Ingatlah bahwa siksa kedua orang itu diringankan selama kedua pelepah tersebut masih belum mengering.’”
5. Berbagai jenis ibadah yang dilakukan kerabat jenazah, jika niatnya ditujukan sepenuhnya hanya untuk memohon rahmat dari Allah SWT namun pahalanya diniatkan untuk dihadiahkan pada jenazah, maka hal ini sah-sah saja untuk dilaksanakan.
Hal ini meliputi, membaca Al Qur’an, berhaji, umrah, shadaqah, berkurban dan membayar hutang puasa jenazah. Ijma’ kaum muslim juga memperbolehkannya (didasarkan dari An Nawawy dalam Ensiklopedia Ijma’ keluaran Hakim Agama Damaskus).
Sebetulnya masih ada satu lagi perbedaan diantara kedua golongan ulama di atas, namun tidak terlalu mencolok. Perbedaan itu terletak pada penafsiran sebuah hadist berikut:
Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah saw telah mengutuk wanita yang berziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kubur itu sebagai masjid dan menyalakan lampu padanya."
Dalam hal ini, ulama golongan pertama memberikan penafsiran secara tegas melarang membangun masjid di atas makam, shalat di masjid yang ada makamnya di tengah, samping atau arah kiblatnya. Begitu pula membaca Al Qur'an di sana disamakan dengan hukum larangan shalat di makam.
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!