TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Penjabat Gubernur Kalimantan Barat Harisson menyampaikan anggaran untuk penanganan stunting di Provinsi Kalbar terbagi menjadi dua, yaitu dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes RI), dan Anggaran di BKKBN.
Dengan besaran anggaran dari Kemenkes sebesar Rp 39 miliar, dan di BKKBN sebesar Rp 48,5 miliar rupiah khusus untuk penanganan stunting di Provinsi Kalbar.
Harisson menjelaskan untuk anggaran dari Kemenkes sebesar Rp 39 miliar ini, langsung diberikan atau ditransfer kepada rekening-rekening Puskesmas-puskesmas.
“Jadi tidak lewat rekening Pemprov maupun Pemerintah Kabupaten Kota. Dan pemberian anggaran itu langsung ke puskesmas -puskesmas, dengan total anggaran sebesar Rp 39 miliar rupiah,”ujarnya kepada awak media usai menghadiri acara, Rakor Monitoring Evaluasi dan FGD Percepatan Penurunan Stunting Semester II Tingkat Provinsi Kalbar tahun 2023, di Hotel Harris Pontianak, Rabu 28 November 2023.
Dari total anggaran sebesar Rp 39 miliar itu , kata Harisson akan ditransfer ke masing- masing rekening puskesmas di Kalbar, dari dana DAK non fisik Kementrian Kesehatan.
• Pj Gubernur Harisson Resmi Tetapkan UMK 2024 se-Kalbar, Ada Dua Kabupaten dengan UMK di Bawah UMP
“Dana ini lah yang digunakan untuk pemberian makanan tambahan langsung dengan menggunakan produk lokal. Misalnya kader bidan atau perawat, ibu- ibu PKK yang sebagai pendamping di desa itu, mereka akan membelanjakan produk lokal yang ada di desa itu, seperti beras, telur, ikan, sayur. Lalu mereka masak, setelah itu diberikan kepada baduta atau ibu hamil, “ jelas Harisson.
Pada program ini, yang akan menjadi sasaran adalah bayi dibawah dua tahun (baduta), yang berat badannya tidak baik dan yang berat badannya kurang hasil pemantauan di Posyandu. Kemudian juga diberikan kepada baduta atau balita yang gizinya kurang.
Data terkait tiga kriteria ini, dikatakan Harisson bisa dilihat dari catatan yang ada di Posyandu masing-masing.
Biasanya program pemberian makanan tambahan langsung ini, diberikan selama periode tertentu sekitar empat sampai delapan minggu.
Dengan diberikan setiap hari juga kepada ibu hamil yang mengalami kekurangan enegeri kronik.
“Kalau ibu hamil itu l, pemberian makanan tambahannya disiapkan oleh bidan atau pun kader posyandu bersama PKK, selama empat sampai enam bulan,” ucapnya.
Selanjutnya, untuk kegiatan operasional, monitoring dan evaluasi menggunakan dana dari BKKBN, yang akan langsung masuk ke rekening pemerintah kabupaten kota, dan tidak lewat provinsi.
“Anggaran BKKBN itu diberikan kepada pemerintah kabupaten kota, dalam rangka monitoring evaluasi kegiatan stunting. Selama satu tahun itu sebesar Rp 48,5 miliar rupiah, khusus untuk stunting,” ujar Harisson.
Selanjutnya, dari dana BKKBN tersebut diberikan kepada kader untuk operasional sebesar Rp 110 ribu. Jadi untuk jasa kader PKK dan untuk petugas kesehatannya masing masing perdesa itu ada tiga orang.
Kemudian ada Rp 100 ribu rupiah untuk pelaporan yang harus mereka (kader) buat yang juga akan dibiayai BKKBN.