Untuk diketahui, penyelesaian pegawai non-ASN, baik non-PNS, non-PPPK, dan THK II, menjadi amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam Pasal 96 ayat (1) PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), menyebutkan bahwa pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK, jika memang memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, PPK diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.
Bagi pegawai non-ASN yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK.
PP Manajemen PPPK mengamanatkan, PPK dan pejabat lain di instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
• Berubah! Aturan Baru PNS, Syarat Mengajukan Cuti hingga Beleid Pemecatan
Sehingga, PPK diminta menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN atau tenaga honorer.
Hal ini diharapkan untuk memberikan kepastian status kepada pegawai non-ASN untuk menjadi ASN, dikarenakan ASN sudah memiliki standar penghasilan atau kompensasi.
Sementara itu, dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing) di perusahaan, sistem pengupahan tunduk kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan, di mana ada upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News