Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. Al-Kahfi: 7)
Di ayat lain, Allah juga berfirman,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Al-Mulk: 2).
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan,
ليختبركم { أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا } ولم يقل: أكثر عملا بل { أَحْسَنُ عَمَلا } ولا يكون العمل حسنا حتى يكون خالصا لله عز وجل، على شريعة رسول الله صلى الله عليه وسلم. فمتى فقد العمل واحدا من هذين الشرطين بطل وحبط
Allah menguji kalian siapa diantara kalian yang paling bagus amalnya. Allah tidak berfirman, ’siapa yang paling banyak amalnya’ namun yang Allah firmankan,
’Siapa yang paling bagus amalnya.’ Dan amal belum disebut bagus, hingga dikerjakan dengan ikhlas karena Allah dan sesuai petunjuk syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak ada salah satu dari dua syarat ini, maka amal itu statusnya batal dan hilang. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/308).
Oleh karena itu, para ulama sahabat, lebih menyukai bersikap sederhana ketika beramal. Dari pada berlebihan, namun tidak sesuai sunah.
Karena mereka memahami, kualitas amal lebih diutamakan dari pada kuantitasnya.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
الاقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الاجْتِهَادِ فِي بِدْعَةٍ
“Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik dari pada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.” (as-Sunah karya al-Maruzi, no. 75). (*)
Simak Informasi Lengkap Seputar Ramadhan 2023