TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Stigmata merupakan tanda luka salib Yesus yang dialami orang pilihan Allah.
Stigmata dalam bahasa Yunani adalah luka-luka di tubuh ataupun perasaan sakit pada bagian-bagian tubuh seperti yang dialami oleh Tuhan Yesus karena penyaliban-Nya.
Maka stigmata yang dialami oleh para Stigmatist berkaitan dengan kelima luka seperti luka-luka Kristus yaitu: di kedua tangan, kaki dan lambung.
Beberapa di antara para stigmatist tersebut juga mengalami luka-luka di kepala.
• Sejarah Gereja Sion yang Jadi Cagar Budaya Gereja Tertua di Jakarta Dibangun Zaman VOC
Para stigmatist ini ada yang mengalami sakit pada bagian-bagian tubuh tersebut, tetapi di tubuhnya tidak ada luka.
Sedangkan pada kasus lainnya, stigmata disertai juga luka-luka dengan rasa sakit yang tak terkira.
Pada kasus-kasus tertentu pada darah yang keluar, disertai dengan bau harum.
Stigmata ini dihubungkan dengan persatuan spiritual/mistik antara orang yang menerimanya dengan Kristus.
Sebab mereka secara khusus dapat mengambil bagian dalam penderitaan Kristus (lih. Kol 1:24)/mempersatukan penderitaan mereka dengan penderitaan Kristus, demi mendoakan pertobatan dunia.
Karena stigmata ini berhubungan dengan pengalaman rohani, maka umumnya diterima dalam keadaan/setelah berdoa ataupun mengalami karunia penglihatan dalam doa.
Stigmatist yang terkenal adalah St. Fransiskus dari Asisi (1181-1226) dan St. Padre Pio dari Pietrelcina, Italia (1887-1968).
St. Fransiskus Asisi adalah Santo pertama yang tercatat menerima stigmata.
Ia menerima stigmata tersebut di tahun 1224, dua tahun sebelum wafatnya, yaitu pada saat ia berdoa di hari raya Salib Suci.
Salah satu stigmatist lainnya yang terkenal adalah St. Padre Pio, yang menerima stigmata ini dan menanggungnya selama 50 tahun.
Luka-lukanya ini telah dipelajari oleh para dokter di abad ke 20, yaitu oleh Dr. Luigi Romanelli, Dr. Giogio Festa, antara 1920-1925.