TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Gelombang protes penolakan aturan baru BPJS Ketenagakerjaan perihal pencairan Jaminan Hari Tua saat usia 56 tahun terus mengalir.
Diantaranya terakomodir melalui petisi di website change.org yang sudah ditandatangani 90 ribu orang lebih.
Angka itu terus bertambah bahkan saat ini sudah mendekat angka 100 ribu per tanggal 12 Februari 2022.
Ramainya penanda tanganan petisi itu, merupakan reaksi dari masyarakat yang tidak setuju atas Permenaker.
Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Sejak dikeluarkannya aturan terkait pembayaran JHT dan telah diundangkan sejak 4 Februari 2022, masyarakat sudah menolak dan meminta untuk dilakukan revisi.
Akibat penolakan tersebut sampai ada yang membuat petisi oleh Suharti Ete yang ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kementerian Ketenagakerjaan dan juga Presiden Jokowi.
• Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan Bisa Diambil saat Usia 56 Tahun, Pengamat : Harus Direvisi
Dikutip dari Tribunnews.com Suharti mengatakan aturan yang bakal berlaku bulan Mei nanti itu berpotensi merugikan buruh.
Pasalnya, Permenaker Nomor 2 mengatur dana Jaminan Hari Tua (JHT) buruh baru bisa diambil saat usia buruh mencapai 56 tahun.
Dia mengatakan jika buruh di-PHK saat masih berumur 30 tahun, dia baru bisa mengambil haknya yakni dana JHT-nya 26 tahun kemudian.
"Padahal kami sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK," kata dia.
Padahal, di aturan sebelumnya, pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja.
Desak Pemerintah Revisi
Pengamat Ekonomi Ramha Gafmi juga menyampaikan penolakannya terkait Permenaker terkait pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT).
"Harus dipisahkan antara orang benar-benar memasuki masa pensiun dan orang kena PHK. Nah hal ini tidak sama dengan orang yang memasuki masa pensiun penuh," ujarnya.