Syawal yang diawali dengan mendengarkan laporan data hisab dan hasil rukyatul hilal.
Tahap ini digelar secara tertutup.
Ketiga, konferensi pers hasil sidang isbat oleh Menteri Agama yang akan disiarkan langsung oleh TVRI dan live streaming media sosial Kemenag.
Cara menentukan hilal
Melansir pemberitaan Kompas.com, 21 Juli 2020, observasi atau rukyat merupakan tahap pertama yang harus dilakukan dalam penetapan datangnya awal bulan baru kalender Hijriah.
Karena itu, pemaparan laporan hasil rukyat dari seluruh wilayah Indonesia akan selalu ada dalam setiap sidang isbat.
Biasanya, rukyat dilakukan pada tanggal 29, karena satu periode bulan Hijriah adalah berbeda-beda dan tidak bulat, sekitar 29,5 hari.
Nantinya akan ditentukan apakah satu bulan Hijriah harus digenapkan menjadi 30 hari atau disepakati menjadi 29 hari saja.
Apabila menjadi 30 hari, maka tanggal 1 bulan baru akan datang lusa dari hari observasi.
Sementara jika hanya disepakati 29 hari saja, maka jika hari ini observasi, maka esok sudah masuk tanggal 1 bulan baru.
Untuk menentukan posisi bulan, ada sejumlah syarat harus memenuhi kriteria MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Satu di antara kriterianya adalah ketinggian Bulan minimal 2 derajat untuk seluruh wilayah negara anggota, jarak sudut Matahari dan Bulan minimal 3 derajat, atau umur Bulan minimal 8 jam setelah ijtima.
Walaupun sudah terjadi ijtima, hilal belum tentu dapat diamati, misalnya karena terlalu dekat dengan Matahari.
Ijtima merupakan peristiwa ketika Bumi dan BUlan berada di posisi bujur langit yang sama, jika diamati dari Bumi.
Jika posisi hilal belum memenuhi kriteria awal bulan yang ada, maka seluruh negara anggota Mabims, yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, secara hisab menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari.