TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua Korwil Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Provinsi Kalbar, Suherman menyayangkan atas keputusan Kemenaker yang menyatakan tak ada kenaikan Upah Minimun di tahun depan, baik upah minimum provinsi ( UMP) maupun upah minimum kabupaten/kota ( UMK).
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19).
Ia mengatakan sangat menyesalkan atas keputusan Kemenaker terkait keputusan tersebut sebab tidak semua sektor terdampak Covid-19.
“Tidak semua sektor terdampak dan masih ada sektor lain yang masih bisa menjadi unggulan misalnya di Kalbar pada kelapa sawit,” ujarnya, Kamis 29 Oktober 2020.
Ia mengatakan seperti di kabupaten kota juga yang mempunyai dewan pengupah yang punya sektoral bisa meminta kenaikan upah untuk penambahan kesejahteraan masyarakat.
“Oke mungkin UMK nya masih tetap, tapi ada sektor lain yang menjadi sektor unggulan yang bisa untuk meningkatkan kesejahteraan seperti pengelolaan kelapa sawit atau pertambangan,” ujarnya.
Baca juga: Upah Minimum Provinsi 2021 Tidak Naik, Ini Daftar 18 Provinsi yang Sudah Sepakat, Kalbar Termasuk
Ia mengatakan Kemenaker jangan membut keputusan yang mendikte kepala daerah untuk mengacu ketidaknaikan upah sehingga ini akan memicu kemarahan bagi serikat atau pekerja buruh.
Ia mengatakan seharusnya hasil Rakor di Jakarta dikembalikan kepada daerah masing-masing untuk melihat jangan karena alasan pandemi covid-19.
Sehingga ini menjadi alasan untuk tidak menaikan upah.
“Karena ada sektor yang mungkin masih bisa kita angkat yang tidak terdampak Covid-19,”ujarnya.
Ia mengatakan berdasarkan hasil rapat dewan pengupahan Se-Indonesia yang dihadiri oleh Perwakilan Provinsi juga menjadi dasar menentukan keputusan atas hasil rekomendasi dari Serikat Pekerja Se Indonesia agar keputusan kembali ke daerah masing-masing.
“Jadi tinggal daerah masing-masing melihat sektor mana yang tidak terpapar covid-19 kalau untuk jasa dan perdagangan kita harap maklum, karena sangat terpapar sekali,” ujarnya.
Ia mengatakan daerah yang mempunyai produk unggulan seperti sawit yang masih dibeli untuk kepentingan membuat aspal, pertambangan dan karet lainnya jangan di dikte untuk tidak menaikan upah melalui surat edaran Kementrian.
“Apalagi mendikte kepala daerah dan walikota.
Jadi silahkan daerah yang mempunyai dewan pengupah melakukan loby dan melihat kondisi untuk kesejahteraan masyarakt nya,”tegasnya.
Ia juga mendapat info dari pusat bahwa serikat buruh sangat marah dan meminta kepada Kementrian untuk mencabut surat edaran tersebut yang seakan pusat mendikte dan menjadikan pandemi Covid-19 menjadi alasan.
Baca juga: Pasca Menaker Nyatakan Tak Ada Kenaikan Upah Minimum, Apindo Kalbar Nilai Sebagai Keputusan Rasional
“Kementiran pusat seakan hanya berpihak kepada pengusaha tidak mendengar aspirasi pekerja buruh.
Apalagi saat ini ditengah penolakan omnibuslaw yang bersamaan dengan penetapan upah. Jadi jangan membuat hal yang sifatnya membuat amarah pekerja buruh.
Penolakan ini sesuai arahan pusat yang otomatis serikat buruh mencakupi semua serikat buruh Se Indosnsia bahwa menginginkan surat edaran menteri ini segera di cabut.
“Jadi silahkan daerah melakukan arahan sesuai rakor dewan pengupahan nasional kemarin jangan ibaratnya pemerintah juga melalui Kemenaker membuat keruh seakan menginterpensi terhadap penetapan upah supaya tidak naik dan seakan membuat Gubernur, Bupati, Wali Kota mengikuti edaran tersebut,” pungkasnya.