TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Wabah virus corona atau Covid-19 telah menginfeksi hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Telah banyak kasus di Indonesia yang menjadi korban dari virus corona.
Bahkan tercatat ada 4.839 pasien positif Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga menyebutkan angka pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 459 orang.
Meski begitu, ada secercah harapan di tengah pandemi virus corona.
Tercatat ada 426 pasien positif Covid-19 yang dinyatakan sembuh total.
Jika dilihat dari data yang diberikan pemerintah, pasien positif corona dikabarkan selalu meningkat.
Kondisi tersebut membuat tak sedikit publik bertanya kapan akhir dari pandemi ini.
Sejumlah ahli dunia pun tidak ketinggalan membuat prediksi perhitungan kapan puncak dari virus corona.
Begitu juga para pakar di Indonesia.
Seperti dilakukan oleh Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang membuat model skenario untuk memprediksi jumlah kasus virus corona di Indonesia.
• TAK Hanya Jadi Aktris, Artis Cantik yang Juga Dokter Ini Positif Terinfeksi Virus Corona
Adapun tim tersebut terdiri dari empat orang pakar epidemiologi yakni Pandu Riono, Iwan Ariawan, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril.
Dilansir dari Kompas.com, para pakar tersebut salah satunya membuat prediksi puncak dari pandemi virus corona.
Dikatakan Pandu bahwa mudik menjadi salah satu hal yang benar-benar harus dicegah.
Sebab, pergerakan manusia lah yang jadi kunci penyebaran Covid-19 bisa menulari banyak orang.
Dengan begitu, tim pakar FKM UI itu menjelaskan bahwa pertengahan bulan Mei bisa jadi puncak wabah virus corona.
"Pertengahan bulan Mei sudah meningkat drastis, itu hariannya ya," ujar Pandu.
"Jadi di saat itulah, kalau enggak ada mudik. Kalau ada mudik itu agak meningkat drastis lagi pas Lebaran," kata dia.
Pandu pun menuturkan upaya PSBB yang disiplin bisa menjadi salah satu solusi agar wabah virus corona segara mereda.
Bulan Juni 2020 diprediksikan oleh pakar FKM UI kalau pandemi virus corona akan menurun.
"Kalau penularan menurun itu artinya yang tadinya diharapkan puncaknya bulan Mei mungkin bisa bulan Juni karena ada slowing down," kata dia.
Sebagian artikel ini sudah pernah tayang di Nakita.id dengan judul Kabar Gembira untuk Kita Semua, Tim Pakar Asal Indonesia Ini Bocorkan Prediksi Berakhirnya Wabah Virus Corona hingga Gambaran Puncak Pandemi, Kapan?
Virus Corona Tetap Bisa Hidup saat Dipanaskan pada Suhu 60 Derajat, Ini Satu-satunya Cara Membunuh
Sebuah tim ilmuan dari Prancis melakukan penelitian mengenai daya tahan hidup virus corona.
Selama ini hasil penelitian menunjukkan selama musim panas (Eropa sebentar lagi masuk musim semi), wabah akan berkurang.
Termasuk diyakni virus Covid-19 akan berkurang drastis.
Namun kini, fakta baru Virus Corona SARS-CoV-2 pemicu Covid-19 terungkap.
• PERKIRAAN Meleset, Ilmuwan Beberkan Kini Virus Corona Menular 2 Kali Lebih Cepat
• CHINA Dituduh Menyesatkan Dunia, Sembunyikan Dokumen Penting & Fakta Besar Soal Virus Corona
Dari hasil penelitian Profesor Remi Charrel dan timnya dari Universitas Aix-Marseille di Perancis selatan menemukan fakta yang sangat mengejutkan.
Virus Corona SARS-CoV-2 tidak mati meski dipanaskan hingga 60 derajat Celsius (140 Fahrenheit) selama satu jam.
Setelah dipanaskan hingga 60 derajat Celcius (140 Fahrenheit) selama satu jam, strain virus ini masih hidup dan berkembang biak.
Para ilmuwan menemukan Virus Corona SARS-CoV-2 baru mati setelah dipanaskan hingga mendekati titik didih air 100 derajat Celcius, yakni 92 derajat Celsius.
Hasil penelitian ini dipublikasikan makalah non-peer-review yang dirilis di bioRxiv.org, Sabtu (11/4/2020).
Dan ini akan mengubah standar (protokol) keselamatan teknisi laboratorium yang bekerja dengan virus.
Melansir South China Morning Post, Profesor Remi Charrel dan timnya menginfeksi sel ginjal monyet hijau Afrika (standar untuk tes aktivitas virus), dengan strain yang diisolasi dari seorang pasien di Berlin, Jerman.
Sel-sel dimasukkan ke dalam tabung yang mewakili dua jenis lingkungan yang berbeda, satu "bersih" dan yang lainnya "kotor" dengan protein hewani untuk mensimulasikan kontaminasi biologis dalam sampel kehidupan nyata, seperti swab.
Setelah pemanasan, strain virus di lingkungan bersih, mati.
Namun, beberapa strain dalam sampel kotor bertahan.
Pemanasan menurunkan efektivitas strain, tetapi strain yang hidup masih cukup untuk menginfeksi yang lain, kata jurnal itu.
Informasi ini sangat penting bagi keselamatan orang selama ini melakukan tes pada virus corona baru.
Protokol pemanasan 60 derajat Celsius, selama satu jam telah diadaptasi di banyak laboratorium pengujian untuk berbagai virus mematikan, termasuk Ebola.
Untuk virus corona baru, SARS-CoV-2, suhu 60 derajat Celsius mungkin cukup untuk membunuh sebagian besar strain hingga menurunkan kemampuan viral loadnya.
Tetapi berbahaya untuk sampel dengan jumlah virus yang sangat tinggi, menurut para peneliti.
Tim Prancis menemukan suhu yang lebih tinggi dapat membunuh SARS-CoV-2. Misalnya, memanaskan sampel hingga 92 derajat Celsius selama 15 menit, membuat SARS-CoV-2 benar-benar tidak aktif.
Namun, suhu tinggi seperti itu juga dapat sangat memecah RNA virus dan mengurangi sensitivitas tes.
Oleh karena itu para peneliti ini menyarankan menggunakan bahan kimia untuk membunuh SARS-CoV-2 dan mencapai keseimbangan antara keselamatan pekerja laboratorium dan efisiensi deteksi.
"Hasil yang disajikan dalam penelitian ini harus membantu untuk memilih protokol yang paling cocok untuk inaktivasi untuk mencegah personil laboratorium terpapar," tulis jurnal.
Seorang ahli mikrobiologi yang mempelajari virus corona di Akademi Ilmu Pengetahuan China di Beijing mengatakan fasilitas uji China menyadari risiko pekerja laboratorium dan mengambil tindakan pencegahan ekstra.
Eksperimen Perancis memberikan informasi berharga tetapi situasi dalam kehidupan nyata bisa jauh lebih kompleks daripada simulasi laboratorium, menurut ilmuwan.
“Virus berperilaku sangat berbeda dengan perubahan lingkungan.
Banyak proyek penelitian masih berlangsung untuk menyelesaikan teka-teki ini,” katanya.
Penelitian baru-baru ini mendeteksi sinyal yang mengkhawatirkan bahwa Covid-19 dapat terus menyebar hingga musim panas.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open awal bulan ini, sebuah tim peneliti China melaporkan wabah cluster di pemandian sauna Huaian, di Provinsi Jiangsu.
Seorang pasien mengunjungi pemandian umum itu pada 18 Januari untuk mandi dan sauna.
Delapan orang, termasuk anggota staf, kemudian terinfeksi setelah dua minggu.
Padahal suhu sauna tinggi dari 40 derajat Celsius dan kelembaban rata-rata 60 persen.
Penelitian itu memiliki beberapa keterbatasan. Tanpa kamera pengintai di kamar mandi, tidak bisa diketahui apakah transmisi akibat tetesan udara atau permukaan yang terkontaminasi, seperti gagang pintu.
Tetapi para peneliti mengatakan wabah kluster ini menjadi alarm bagi kita.
"Transmisibilitas Sars-CoV-2 tidak menunjukkan tanda-tanda melemahnya dalam kondisi hangat dan lembab," kata makalah peer-review. (*)
Sebagian artikel ini pernah tayang di Tribun Medan dengan judul Fakta Baru Virus Corona Bertahan pada Suhu 60 Derajat Celsius, Mati pada Suhu Titik Didih Air