Komite II DPD RI Sebut Karhutla Kalbar Seperti Ulang Tahun
PONTIANAK - Komite II DPD RI dalam kunjungan kerja ke Kalbar menyoroti permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta daerah aliran sungai Kapuas.
Pimpinan Komite II DPD RI, Abdullah Puteh menerangkan, kejadian karhutla di Kalbar seolah ulang tahun karena terus terjadi setiap tahunnya.
"Karhutla yang terjadi di Kalbar seperti ulang tahun, karena terus berulang setiap tahunnya," kata dia, Selasa (12/11/2019).
Diketahui, luas hutan di provinsi Kalbar menurut data Walhi mencapai 8,2 juta ha.
• Pemkab Sintang akan Bentuk Tim Krisis Kesehatan Tanggulangi Dampak Karhutla
• Saksi Ahli Bergantian dengan Polda Jadi Alasan Lambannya Penyelidikan Kasus Karhutla di Sintang
Walhi juga mencatat, provinsi ini mengalami deforestasi sebesar 124.956 ha pada periode 2015-16, terutama akibat kebakaran hutan dan lahan.
Karhutla tersebut menyebabkan kabut asap yang membuat aktivitas masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat terhambat sehingga berdampak pada kondisi perekonomian.
Mantan Gubernur Aceh ini juga menyoroti terkait dengan daerah aliran sungai, khususnya Sungai Kapuas dan secara umum memprihatinkan.
Diterangkannya, seperti DAS di sekitar Kota Singkawang rentan tercemar limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dapat mengganggu ekosistem khususnya yang berada di sekitar wilayah DAS.
Permasalahan tambang ilegal di Provinsi Kalimantan Barat menyebabkan terjadinya sedimentasi signifikan di Sungai Kapuas yang berujung pada upaya pengerukan dengan intensitas yang harus lebih tinggi.
Permasalahan tersebut menyebabkan sulitnya kapal-kapal besar untuk masuk sehingga menghambat suplai barang yang seharusnya dapat dibawa melalui DAS Kapuas dengan kapal besar yang berujung pada terganggunya perekonomian daerah.
Ketergantungan masyarakat di sekitar DAS Kapuas meliputi mata pencaharian seperti usaha perikanan dan juga meliputi kebutuhan akan sumber air bersih.
Permasalahan yang timbul adalah sekitar 60 persen Daerah Aliran Sungai (watershed) di Provinsi Kalimantan Barat mengalami krisis akibat pengembangan dan pembukaan kawasan DAS secara eksploitatif.
Kerusakan ini berasal dari berbagai aktivitas seperti illegal logging, abrasi pantai, penambang emas tanpa izin yang menggunakan mercury, kerusakan mangrove dan terumbu karang, pencurian pasir, penangkapan ikan dengan racun, dan aktivitas lain. (*)
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak