Menurut dia, agak dilematis jika misalnya ada pertimbangan MK yang menerangkan bahwa anak perusahaan BUMN tidak sama dengan BUMN.
"Karena itu dia tidak bisa disetarakan dengan BUMN, maka nanti akan terpengaruh pada governance BUMN ke depan. Nanti akan jadi preseden buruk," timpalnya.
"Apakah kemudian pengurus anak perusahaan BUMN itu boleh berpolitik, boleh nyaleg misalnya ini yang jadi persoalan, karena kita tahu pemerintah sedang melakukan holdingisasi, ketika holding terjadi maka semua jadi anak perusahaan BUMN," paparnya.
"Apakah kemudian bisa berpolitik karena kemudian ada Presiden Maruf Amin misalnya ini yang rupanya MK menghindar di sana karena jawabannya itu agak ya in between dan saya katakan tone ini," timpal Refly Harun.
Refly Harun menilai MK menghindar soal status Dewan Pengawas Syariah (DPS) KH Maruf Amin dengan mengatakan bahwa keputusan itu bukan kewenangannya.
"Cara menghindarnya itu dianggap kewenangannya Bawaslu karena bicara mengenai soal pelanggaran administrasi pemilu jadi proses berpemilu jadi kalau soal-soal yang seperti ini maka kemudian dibawanya pada Bawaslu kemudian ke pengadilan tata usaha negara dan MK menganggap bahwa kan tadi dalil MK mengatakan bahwa mereka bisa men-take over mereka bisa mengecek kembali apapun dalil-dalil kualitatif tentu pertama terkait dengan suara," ujarnya.
"Yang kedua, bila lembaga sebelumnya tidak melakukan tugasnya, Bawaslu, KPU, DKPP misalnya atau pengadilan tata negara tidak melakukan tugasnya. Dalam konteks Ma'ruf Amin ini bukan tidak melakukan tugasnya, tapi tida ada komplain, komplainnya baru ketahuan di belakang ya ini menurut saya MK sepertinya tidak menjawab," pungkasnya.