Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkapkan, Presidensial Threshold (PT) adalah pangkal persoalan masyarakat terbelah menjadi dua grup besar selama 5 tahun terakhir: cebongers n kampreters.
Oligarki politik memborong semua parpol sehingga hanya menyisakan satu calon agar Pilpres tetap berlangsung.
Oleh karena itu, Refly Harun menyarankan agar ke depan, karena Jokowi tak lagi nyalon, hapuskan PT.
"Beri kesempatan bibit-bibit pemimpin tumbuh dan berkembang serta berkompetisi dalam pilpres. Jangan biarkan oligarki politik mempertahankan PT dan memborong semua parpol sehingga terjadi dua calon lagi," tulisnya dalam akun Twitter.
Refly Harun menyampaikan, ada tiga agenda penting menanti Jokowi - Ma’ruf Amin setelah MK mengucapkan putusan.
Agenda pertama adalah selamatkan KPK dan agenda pemberantasan korupsi dari pelemahan.
Baca: Mahfud MD Sampaikan Pesan Untuk yang Tidak Puas Atas Putusan MK: Yang Dzalim dan Dusta Akan Diadzab
Baca: Soroti Dalil Prabowo - Sandiaga Soal Status Jabatan DPS Maruf Amin, Refly Harun Sebut MK Menghindar
Kemudian Jokowi - Ma'ruf disarankannya untuk memilih menteri yang berintegritas dan mau bekerja.
"Beranilah mengatkan tidak kepada mereka yang bermasalah," katanya.
Agenda penting ketiga adalah bentuk tim ahli untuk review UU Pemilu.
Terkait hasil putusan MK soal sengketa Pilpres 2019, Refly Harun mengatakan, sejak awal pembuktian tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait kecurangan Pilpres yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) masih lemah.
Karena itu ia mafhum Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak seluruh permohonan tim hukum pasangan calon nomor urut 02 pada sengketa Pilpres 2019.
"Apa lagi yang dimohonkan itu soal perselisihan hasil pemilu. Dan perselisihan hasil pemilu itu kalau paradigmanya hitung-hitungan atau TSM yang mempengaruhi perolehan suara, dari awal saya bilang the game is over," ujar Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat dihubungi, Jumat (28/6/2019).
Hal itu, kata Refly, terlihat dari dalil kecurangan yang didasari bukti formulir C1.
Menurut Refly, agak sulit bagi hakim mengabulkan permohonan mereka lantaran masalah sebenarnya bukan di isi formulir C1, melainkan pada proses pengisian C1 plano ke formulir C1.
Ia menilai, proses penghitungan suara di TPS Indonesia sangat transparan sehingga sulit dicurangi.
Namun, kecurangan bisa terjadi saat rekapitulasi berjenjang, khususnya saat memindahkan data dari C1 plano ke C1.
Ia pun mengatakan, tim hukum Prabowo-Sandi tak mampu menunjukkan bukti kecurangan secara TSM dalam proses pemindahan data tersebut.
Karena itu, ia meminta mereka berbesar hati untuk menerima putusan MK.
"Sekali lagi, persidangan sudah selesai dan pemohon tidak bisa membuktikan dalilnya. Atau tidak cukup kuat pembuktiannya. Perkara kemudian memang ada hambatan di hukum acara, ya begitulah," ujar Refly.
"Tapi dari awal harusnya memang siapapun yang bersengketa di MK, perlu diketahui bahwa MK tidak hanya melihat komplain terakhirnya. Tapi MK juga melihat apakah mekanisme komplain itu sudah dijalankan oleh para pihak atau tidak," lanjut dia.
Pada kesempatan berbeda, Refly Harun menyoroti dalil permohonan Prabowo-Sandiaga soal status jabatan KH Maruf Amin di dua bank hingga saat ini.
Nama Maruf Amin masih terdaftar dalam laman BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah ketika mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Periode 2019-2024.
Menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya memberikan jawaban sesungguhnya.
Jawaban yang dimaksud adalah apakah anak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa dikategorikan sebagai BUMN.
"Karena itu penting bagi governance anak BUMN ke depan," ungkap Refly Harun saat wawancara eksklusif sebagai narasumber di program Kabar Petang TVOne, Kamis (27/06/2019).
Berdasarkan pengamatannya saat sidang pembacaan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2019, menurut dia MK tidak terlalu jelas memaparkan dan terkesan menghindar ketika berbicara soal status Maruf Amin.
"Tidak terlalu jelas tadi, sepertinya MK menghindar ngomong soal status Maruf Amin," katanya.
Refly Harun menimpali MK menghindar dan mengatakan bahwa soal itu adalah urusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Negara.
"Saya tidak tahu apakah diulang lagi nanti dalam pertimbangan yang belum kita dengar ini, tapi bayangan saya tidak lagi," terangnya.
Refly Harun beranggapan keputusan MK terkait BUMN dan anak BUMN, nanti akan jadi perdebatan panjang di luar putusan.
Menurut dia, agak dilematis jika misalnya ada pertimbangan MK yang menerangkan bahwa anak perusahaan BUMN tidak sama dengan BUMN.
"Karena itu dia tidak bisa disetarakan dengan BUMN, maka nanti akan terpengaruh pada governance BUMN ke depan. Nanti akan jadi preseden buruk," timpalnya.
"Apakah kemudian pengurus anak perusahaan BUMN itu boleh berpolitik, boleh nyaleg misalnya ini yang jadi persoalan, karena kita tahu pemerintah sedang melakukan holdingisasi, ketika holding terjadi maka semua jadi anak perusahaan BUMN," paparnya.
"Apakah kemudian bisa berpolitik karena kemudian ada Presiden Maruf Amin misalnya ini yang rupanya MK menghindar di sana karena jawabannya itu agak ya in between dan saya katakan tone ini," timpal Refly Harun.
Refly Harun menilai MK menghindar soal status Dewan Pengawas Syariah (DPS) KH Maruf Amin dengan mengatakan bahwa keputusan itu bukan kewenangannya.
"Cara menghindarnya itu dianggap kewenangannya Bawaslu karena bicara mengenai soal pelanggaran administrasi pemilu jadi proses berpemilu jadi kalau soal-soal yang seperti ini maka kemudian dibawanya pada Bawaslu kemudian ke pengadilan tata usaha negara dan MK menganggap bahwa kan tadi dalil MK mengatakan bahwa mereka bisa men-take over mereka bisa mengecek kembali apapun dalil-dalil kualitatif tentu pertama terkait dengan suara," ujarnya.
"Yang kedua, bila lembaga sebelumnya tidak melakukan tugasnya, Bawaslu, KPU, DKPP misalnya atau pengadilan tata negara tidak melakukan tugasnya. Dalam konteks Ma'ruf Amin ini bukan tidak melakukan tugasnya, tapi tida ada komplain, komplainnya baru ketahuan di belakang ya ini menurut saya MK sepertinya tidak menjawab," pungkasnya.