Sistem Amburadul
Anggota DPRD Kota Pontianak Herman Hofi juga mendapat banyak keluhan orangtua calon siswa di Pontianak terkait PPDB sistem zonasi yang diterapkan.
Menurut Herman Hofi, panitia penerimaan sangat tertutup dan sistem penerimaan kacau balau. Ia mendapatkan banyak keluhan dari orangtua dimana rumahnya secara tata letak tidak jauh atau kisaran 700-800 meter, namun saat masuk diaplikasi zonasi jarak tersebut malah mejadi dua kilometer lebih.
"Inikan tidak masuk akal, janganlah seperti itu. Kalau mau terbuka itu mari gunakan GPS dan bisa akurat mendeteksi jaraknya," ucap Herman Hofi Munawar.
Panitia, katanya, seolah tertutup dan sudah mempunyai sistem tersendiri. Cara seperti ini ia nilai tidak benar. Akibatnya tidak sedikit orang-orang rumahnya dekat dengan sekolah malah tertolak. "Saya minta supaya Ombudsman turun tangan. Ada yang tidak beres dengan sistem seperti ini," tegasnya.
Sementara untuk SMP, jelasnya, waktu rapat bersama DPRD Kota Pontianak akan dilakukan perhitungan manual jalan kaki. Sehingga lebih mudah mendeteksi jaraknya.
Namun saat PPDB SMA, ada orangtua bertanya namun pihak panitia malah menjawab sistem mereka dalam menerapkan zonasi sudah baku.
"Saya pikir kalau masyarakat marah wajar, sistem amburadul seperti ini," tegas Herman.
Ia mengharapkan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar turun langsung melihat sistem yang amburadul dan merugikan masyarakat Pontianak ini.
Siswa Ketakutan
Anggi (16), alumnus SMPN 6 Pontianak yang mengikuti PPDB di SMAN 7 Pontianak khawatir tak bisa sekolah. "Saya tidak tahu lulus atau tidak. Takut. Antara masuk dengan ndak melalui jalur zonasi. Saya tinggal di Gang Wonobaru, Jl Tani Makmur, " ujarnya.
Ia merasa mendaftar SMA sistem zonasi ribet. "Ada ketakutan tidak lulus. Sistem kayak gini susah dan agak ribet dan ada beberapa orangtua yang marah-marah," ucapnya. Anggi kasihan pada orangtua lantaran harus berjuang untuk mendaftarkan anak-anaknya.