Polemik Bangunan Cita Rasa Jalan Agus Salim Pontianak, Dari Harta Warisan Hingga Gugatan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Anak bungsu Sulaiman Bakti, Clara Lai dan beberapa saudaranya melakukan konferensi pers terkait dilakukannya sita eksekusi oleh pengadilan terhadap objek perkara yaitu sebuah bangunan peninggalan orangtua mereka yang terletak di Jalan Agus Salim Pontianak.
Clara Lai, menuturkan sebagai ahli waris dan mewakili beberapa saudaranya mengucapka terima kasih atas sita eksekusi terhadap banguan tersebut yang sampai saat ini ditempati oleh keponakan mereka sendiri atau anak dari saudara tertua mereka.
"Kami dari keluarga besar Sulaiman Bakti mengucapkan terima kasih pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang telah melakukann sita eksekusi pada objek yang telah sengka sekian tahun bahkan sejak 2014 lalu, sampai 2019 ini," ucap Clara Lai saat melakukan konferensi pers pada awak media di Rumah Makan Cita Rasa, Jalan Agus Salim yang merupakan onjek persengketaan, Senin (11/3/2019) sore.
Penyitaan ini, menurutnya memang terkesan lamban, tapi pihaknya memaklumi pengadilan banyak pekerjaan.
Baca: Dukung Langkah PDAM Pancur Aji, Ini Penegasan LSM Citra Hanura Sanggau
Baca: Pembangkit Listrik Beroperasi, Anggota DPRD Kayong Utara Riduansah Minta Tarif Tak Tinggi
Baca: Kantor Diskominfo Landak, Ini Alamatnya
Kemudian, ia meminta pada pihak yang berkaitan atau tergugat untuk berjiwa besar dan hormati hukum yang ada.
"Terakhir saya mau menyampaikan rasa kecewa terhadap Pemkot pontianak dengan alasan izin Cita Rasa itu sudah dicabut atai tidak diperpanjang tapi sampai saat ini masih berjalan," ucapnya.
Claranmenejaskan bahwa bangunan ini adalah milik orangtua mereka dan orangtuanya tidak mau anak cucunya berebut saat meninggal atau menimbulkan sengketa waris.
"Itulah sebab bapak kami mengumpulkan kami dan bapak kami menyuruh mereka beli agar bisa melanjutkan usaha juga tidak mau.
Akhirnya bapak menawarkan pada anak yang mampu membeli dan bapak saya butuh uang itu untuk dibagikan juga pada anak-anaknya," ucapnya.
Ia mengklaim kala ia sudah membeli secara sah, dan orangtua meninggal, maka pihaknya meminta dengan baik-baik agar mereka yang saat ini tinggal disana mau meninggalkan rumah itu, karena rumah itu mau digunakan pihaknya.
"Mereka minta tiga tahun untuk mempersiapkan diri berusaha ditempat lain, tapi tidak juga mereka keluar dari rumah ini.
Kami sampai di PK juga menang dan putusan hakim menyatakan putusan yang pernah diperkarakan tidak boleh lagi diperkarakan sebab obyek dan perkaranya sama," sebut Clara.
Clara mengajak tergurgat untuk berdamai, tapi ia sebut tidak ada itikad baik. Pihaknya berharap perkara ini segera selesai dan tidak ada persoalan lagi.
Baca: KRONOLOGI Anggota Polisi Kecelakaan di Depan Kampus YPBU Pontianak, Sampai Terbang Beberapa Meter
Baca: Bentuk Kantor BKPSDM Landak Beserta Alamat Lengkapnya
Baca: Dukung Langkah PDAM Sanggau, Ini Harapan Dewan Sanggau
Sementara Owner Cita Rasa yang tinggal di bangunan yang menjadi sengketa, Lensida memberikan tanggapan terhadap perkara yang ada.
Lensida, memaparkan bahwa yang diperkarakan bibi mereka yang notabenennya adalah adik-adik dari orangtuanya terkait warisan kakek dan neneknya yang berupa bangunan tempat Cita Rasa di Jalan Agus Salim saat ini.
"Inikan banguna warisan, itu juga milik para bibi saya. Bukan milik kami bangunan dan lahan ini. Tetapi yang terjadi pada gugatan mereka (para bibinya) yang dikabulkan, mereka menggugat bukan untuk warisan tapi mereka menggugat ini adalah milik pribadi," ucap Lensida saat diawancarai.
Kemudian, yang digugat adalah ibunya, yang notabenenya disenut Lensi, tidak ada sangkut paut dengan warisan ini.
"Yang dikabulkan adalah mama kami harus menyerahkan rumah ini atau orang yang diberi kuasa oleh mama. Sekararang siapa yang diberi kuasa, tidak ada yang diberi kuasa. Mama kami bukan siapa-siapa, orangtua yang sudah berumur 70 tahunan pasti tinggal bersama anak dan tidak mungkin tinggal sendiri dan ini rumah kakek dan nenek kami serta bapak saya juga besar dan tua dirumah ini,"jelas Lensi.
Merasa itu adalah harta warisan dan milik 12 saudara orangtuanya lelakinyalah, Lensi sampai saat ini masih tinggal dan berusaha dibangunan tersebut.
"Namun keadaan yang terjadi berbeda, mereka menggugat atas nama pribadi padahal dalam gugatan mereka juga menyatakan ini harta bersama dan warisan, makanya kami memberikan bantahan terhadap putusan dan sekarang masih dalam tahap kasasi. Jadi sampai ada inkrah baru ada kejelasan duduk perkara dalam kasus ini," tambahnya.
Lanjut dijelaskannya, pada dasarnya keluarga Lensi tidak pernah menuntut yang macam-macam, hanya kembalikan saja harta tersebut ke waris dan bagikan pada saudada orangtuanya yang berjumlah 12 suadara.
"Bukan yang aneh-aneh kami minta, ikuti prosedur, kalau waris ini dibagi rata dan kita bermusyawarah dan berembuk bagaimana baiknya,"tegas Lensi.
Tapi dasarnya harus dikembalikan pada duduk persoalannya, kalau ini adaah harta warisan dan digugatanmereka juga tertulis kalau mereka mengakui ini adalah harta bersama.
"Kami kalau bibi itu datang sebagai ahli!waris!maka kami sangat welcome dan dari dulu pasti sudah selesai urusannya. Inikan harus didudukan masalahnya, ini harta waris dan dibawa 12 suadara bapak. Ini memang harta warisan dan tidak boleh kami mengakuinya dan ini adalah harta bersama," pungkasnya. (*)