Tak lupa ia menceritakan pengalamannya selama berkompetisi di luar negeri. Dunia perkopian di luar seperti Asia, Afrika, dan juga Eropa surah berkembang pesat. Indonesia sendiri saat ini masih menuju kesana.
"Mereka di sana mendapat dukungan pemerintah dan instansi terkait, sedangkan kita masih terus menuju kesana, sebenarnya kalau punya niat kita pasti bisa," katanya.
Perkembangan kopi di Indonesia diakuinya luamayan tertinggal, setelah Indonesia ikut kompetisi dunia barulah Indonesia mulai masuk dan diperhitungkan oleh dunia.
"Kita kalau mau kompetisi pasti harus all out, prepare harus matang. Tidak ada yang mau kalah dalam kompetisi pasti mau menang," ungkapnya.
Di Latte Art, ia sangat merasakan susahnya mencari peralatan dan juga menciptakan latte pattern yang belum pernah dibuat oleh orang lain. Walau pattern itu tampak biasa tapi kalau belum pernah dibuat oleh orang lain akan lebih menarik dan memiliki nilai prastige.
"Kita butuh dukungan dari negara, bentuk supportlah ya. Sama dengan atlet yang mewakili dan membawa nama Indonesia, dan ini lumayan berat. Dengan bawa nama Indonesia otomatiskan Indonesia dikenal. Sebelumnya di tahun 2014, kami ikut kompetisi itu independen dibantu asosiasi," kenangnya.
Beberapa waktu lalu ia menyajikan kopi pada para delegasi KTT IORA yang berasal dari penjuru dunia. Standnya yang sangat ramai dilirik oleh Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi mungkin bingung kenapa sih stand saya paling ramai, nah mulai saat itulah kemudian dunia kopi mulai disentuh presiden. Presiden mungkin peduli tapi kalau untuk di bawah-bawahnya ini yang belum. Misalnya untuk kopi kan lebih ke kementrian perindustrian dan perdagangan sedangkan kalau barista ini masuknya ke ketenaga kerjaan," ungkapnya.
Ia ingin profesi barista ini diakui, bukan hanya urusan kopi saja yang diperhatikan seperti di eksport tapi juga para pelaku di baliknya. Profesi barista dinilai penting dalam menyajikan kopi, tanpa barista tak akan ada racikan kopi enak.
"Barista butuh support dari pemerintah, ini lah masalah real yang kita rasakan di lapangan," ujarnya.
Kedepan, ia berharap barista lokal Pontianak bisa lebih berprestasi. Contohnya Dimas Fajar dari Segitiga Coffee yang berhasil membawa nama Indonesia di World Cup Testers Championship, World Coffee Event 2017 yang digelar di Budapest, Hungaria, beberapa waktu lalu.
"Mudah-mudahan bisa ngikutin ngikutin jejak mas Dimas bisa bawa daerah, kan membanggakam sekali. Kopi di dunia luar itu sudah pesat tapi Pontianak jarang dilirik. Inikan hal positif, mudah-mudahan bisa muncul barista-barista lain," tukasnya.