TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,PONTIANAK - Pada 24 Maret kemarin menjadi hari bahagia Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto selain ulang tahun kelahirannya yang ke 50, Ia juga mendapat kado spesial lantaran dilakukan peluncuran buku Salam Zero yang ditulis oleh Kanit Tipikor Ditkrimsus, Kompol Sumarni.
Arief mengaku tak terbiasa merayakan ulang tahun, saat launching buku ia kembali mengutarakan jika Ia sebenarnya lahir pada 30 Februari.”Gak bakalan ketemu tanggal 30 Februari,”seloroh Arief.
Arief bercerita Mei 2014, Ia mendapatkan telepon dari Kapolri, saat itu ia sedang berada di Batam menangani suatu kasus. Ia terkejut lantaran Jenderal Sutarman memberinya amanah memimpin Polda Kalbar. Polda yang ia ibaratkan seperti perahu yang nyaris tenggelam akibat rusak parah.
Bukan tanpa alasan, sebab sebelumnya ia sudah menginjakkan kaki di tanah Kalbar mengusut penyebab “banjir” produk-produk ilegal dari pintu perbatasan Indonesia-Malaysia, Entikong.
Tak ingin bekerja sendiri, kata Arief ia minta teman untuk ikut serta bertugas di Polda Kalbar, maka disetujuilah yang kemudian diikuti dengan penugasan Kombes Hary Sudwijanto dan AKBP Dewa Nyoman Nanta.
Hampir setahun berdinas di Polda Kalbar, kata Arief dirinya mengibaratkan jika sebelumnya perahu ini sudah hampir tenggelam maka sekarang ia anggap layaknya sebuah kapal yang sudah bisa berlayar, meski bukan di Samudra namun di Sungai.
Arief mengaku berterimakasih, selama memimpin Polda Kalbar ia mendapat suport dari tokoh masyarakat.”Saya tidak hebat, yang hebat itu misalnya pak Yakobus Kumis dan lainnya,”kata Arief yang diikuti tawa oleh Yakobus Kumis dan tamu undangan lain di launching buku Salam Zero.
Arief menuturkan, awalnya ia hanya memerintahkan agar semua perintahnya di transkripkan. Namun tanpa disangka kemudian dilanjutkan menjadi penulisan sebuah buku oleh Kompol Sumarni yang juga ditempatkan sebagai perwira di Spripim.
Kompol Sumarni mengaku inspirasi awal hingga ia menuliskan buku Salam Zero adalah ia ingin jika pola-pola kepemimpinan maupun sikap zero tolerance yang dilakukan oleh Brigjen Arief dapat menjadi inspirasi bagi anggota kepolisian lainnya.
“Tujuannya untuk menginspirasi generasi pimpinan polri, pola-pola yang dikerjekan bisa dicontoh baik oleh polisi dikalbar maupun di Indonesia.”kata istri dari AKBP Guntur Rahayu ini.
Sumarni berpendapat jika semua polisi dapat bersikap dan bertindak zero tolerance seperti yang dicontohkan oleh Brigjen Arief, ia yakin kepolisian akan dicintai oleh masyarakat. “Kalau semuanya bisa seperti beliau insyaallah polisi bisa dicintai masyarakat,” kata Sumarni.
Sumarni mengaku butuh waktu tiga bulan baginya untuk menulis buku Salam Zero, ia mendapat dukungan dari suami tercintanya dalam mendorong dirinya untuk menulis. Apalagi bahan penulisan juga tak jauh darinya.
“Setiap catatan yang terkumpul saya tulis.Harapannya buku ini bisa menjadi referensi maupun inspirasi, pola kepemimpinan minimal bisa dicontoh. Disini pak Arief banyak mendapat dukungan dari masyarakat karena pola-pola yang beliau kerjakan,”katanya.
Sumarni mengaku tak kesulitan membagi waktu selama menulis maupun tugas dan mengurus keluarga.”Membagi peran saat menulis itu gak susah ya, kadang sambil nunggu anak sekolah saya kerjain, karena setiap perintah beliau kan saya catat ya,” kata wanita kelahiran Pontianak 38 tahun silam ini.
Buku Salam Zero berisikan 186 halaman dengan cover Brigjen Arief yang sedang memegang perisai menangkis mata panah yang diikuti lembaran uang. Terdiri dari 29 bab di antaranya bab berisikan komitmen integritas hingga bab 29 dengan judul salam zero.
Bab salam zero mendefinisaikan maksud salam yang dikampanyekan oleh Brigjen Arief, dibentuk oleh lima jari, telunjuk dan jempol membentuk huruf 0 yang menandakan zero pungli, zero penyimpangan, zero tolerance.
Tiga jari lainnya tegak, jari tengah yang berarti tetap berpegangan kepada Pancasila, jari manis melambangkan Tribrata dan jari kelingking melambang catur prasetya.