Ragam Contoh

WeBe Konservasi Gaungkan Penyelamatan Dugong dan Penyu di Kalimantan Barat

pada 2020 Yayasan WeBe mencatat momentum penting ketika berhasil menyelamatkan satu ekor dugong hidup di Pulau Sepeda, Kecamatan Kendawangan

Kolase
AKTIVIS- Saiful menjelaskan, ancaman terbesar terhadap ekosistem laut bukan hanya berasal dari aktivitas di laut, melainkan juga dari daratan. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID-Kegiatan  Kolase Jurnalis Camp 2025 kini hadir dengan semangat baru dalam mengambil peran lingkungan yang mengusung tema “Ragam Hayati sebagai Kekuatan Kita Bersama”.

Dalam kegiatan hadir pula Ketua Yayasan WeBe Konservasi Ketapang, Saiful Akbar Kusumardana yang  mengatakan lembaganya berkomitmen menjaga kelestarian ekosistem laut di Kalimantan Barat dengan fokus pada penyelamatan satwa dilindungi seperti dugong dan penyu.

“Yayasan WeBe berawal dari komunitas penyelam dan penggiat wisata bahari di Ketapang. Sejak 2012–2014 kami sering menemukan kasus kematian satwa laut, mulai dari penyu hingga dugong. Hal itu mendorong kami membentuk lembaga yang lebih fokus pada konservasi,” kata Saiful di saat memaparkan materi pada kegiatan Workshop Kolase Jurnalis Camp 2025 yang dilaksanakan di Kampung Caping, Pontianak, Sabtu.

Menurutnya, pada 2020 Yayasan WeBe mencatat momentum penting ketika berhasil menyelamatkan satu ekor dugong hidup di Pulau Sepeda, Kecamatan Kendawangan.

Keberhasilan itu menjadi bukti nyata keberadaan dugong di perairan Kalbar sekaligus memperkuat gerakan konservasi yang mereka jalankan.

Event Kolase Jurnalis Camp 2025 Momentum Perkuat Kolaborasi dan Diskusi Lingkungan

“Sejak saat itu masyarakat dan pemerintah semakin percaya bahwa dugong memang ada di Kalimantan Barat. Kami kemudian resmi membentuk Yayasan WeBe Konservasi Ketapang, yang tidak hanya bergerak dalam penyelamatan satwa, tetapi juga edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir,” ujarnya.

Saiful menjelaskan, ancaman terbesar terhadap ekosistem laut bukan hanya berasal dari aktivitas di laut, melainkan juga dari daratan.

Ia mencontohkan 90 persen sampah laut berasal dari darat, sementara sisanya dari aktivitas di laut seperti pertambangan lepas pantai atau alat tangkap tidak ramah lingkungan.

“Selama manusia masih berpikir laut terpisah dari kehidupan sehari-hari di darat, maka kerusakan akan terus terjadi. Apa pun yang kita lakukan di hulu pada akhirnya bermuara ke laut,” katanya.

WeBe juga mencatat kasus kematian dugong yang cukup memprihatinkan. Pada 2021 ada enam dugong ditemukan mati. Namun pada 2022 hingga 2023 tidak ada kasus kematian. Sayangnya, pada 2024 kembali ditemukan empat dugong mati hanya dalam tiga bulan terakhir.

“Kami sedang meneliti penyebabnya bersama mitra, termasuk akademisi dan dokter hewan dari organisasi sahabat. Ada dugong yang mati karena salah konsumsi, ada juga akibat terjerat jaring atau memakan plastik,” jelasnya.

Kolase Journalist Camp 2025 Siap Digelar: Merawat Ragam Hayati, Menyuarakan Masa Depan

Selain konservasi satwa, Yayasan WeBe juga mengembangkan program WIATA (Wira Wisata Katulistiwa) sejak akhir 2024. Program ini berfokus pada pendampingan desa pesisir untuk mengembangkan wisata berbasis konservasi bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalbar.

“Bagi kami, pariwisata adalah tulang punggung konservasi. Jika dikelola dengan baik, wisata bahari bisa menjadi sumber ekonomi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian laut,” kata Saiful.

Ia menambahkan, Yayasan WeBe merupakan organisasi berbasis sukarela dengan anggota yang berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari nelayan, guru, hingga pengusaha. 

Selama ini mereka berjejaring dengan pemerintah, swasta, LSM, serta komunitas untuk memperkuat kerja-kerja konservasi.

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved