Ragam Contoh

Sejarah Tradisi Cheng Beng , Makna, Ritual dan Ziarah Kubur Masyarakat Tionghoa di Pontianak

Bagi masyarakat Tionghoa, Cheng Beng merupakan bentuk penghormatan sekaligus rasa terima kasih kepada para leluhur yang telah mendahului mereka. 

Instagram
TRADISI- Bagi masyarakat Tionghoa, Cheng Beng merupakan bentuk penghormatan sekaligus rasa terima kasih kepada para leluhur yang telah mendahului mereka.  

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Salah satu tradisi penting yang hingga kini masih terus dijaga oleh masyarakat keturunan Tionghoa adalah perayaan Cheng Beng atau yang dikenal juga dengan tradisi ziarah kubur. 

Tradisi ini tidak hanya sekadar kegiatan budaya, tetapi juga sarat makna spiritual dan nilai bakti kepada leluhur.

Bagi masyarakat Tionghoa, Cheng Beng merupakan bentuk penghormatan sekaligus rasa terima kasih kepada para leluhur yang telah mendahului mereka. 

Dengan berziarah dan merawat makam, generasi penerus tidak hanya mengenang jasa leluhur, tetapi juga menunjukkan bakti dan rasa hormat. 

Hal ini menjadi simbol penting bahwa hubungan antara keluarga yang masih hidup dan yang sudah tiada tetap erat.

Secara kalender, perayaan Cheng Beng biasanya jatuh pada tanggal 4–6 April setiap tahunnya atau bertepatan dengan awal bulan Maret dalam penanggalan lunar. 

Puncak perayaan umumnya terjadi pada tanggal 5 April, namun persiapan sudah dilakukan jauh hari sebelumnya. 

Bahkan, sebagian keluarga keturunan Tionghoa mulai menyambut tradisi ini dua minggu lebih awal dengan membersihkan makam leluhur mereka.

Robo-Robo 2025 : Perayaan Tradisi Melayu Pontianak Masuki Tahun Ketiga

Pada saat perayaan, keluarga biasanya pulang ke kampung halaman untuk berziarah bersama. Prosesi Cheng Beng tidak hanya berupa doa, tetapi juga kegiatan membersihkan dan mempercantik makam leluhur, seperti mencabut rumput liar, mengecat nisan, hingga menata kembali area pemakaman. 

Setelah itu, mereka menyiapkan berbagai persembahan berupa lilin, dupa (hio), buah-buahan, nasi, lauk-pauk, teh, arak, serta kue-kue khas yang disukai leluhur semasa hidupnya. Semua persembahan ditata dengan rapi sebagai bentuk pelayanan dan penghormatan terakhir.

Selain itu, keluarga juga menyiapkan kim ci, yaitu kertas sembahyang atau uang-uangan dari kertas yang nantinya dibakar sebagai bekal bagi arwah di alam baka. 

Ritual lain yang tak kalah penting adalah penyusunan lilin atau lak cek yang harus tetap menyala sepanjang prosesi berlangsung. Lilin ini melambangkan penerangan bagi roh leluhur, dipercaya sebagai cahaya yang menuntun mereka di alam akhirat.

Makna Cheng Beng sendiri tidak hanya sekadar ritual keagamaan atau budaya semata. Tradisi ini juga menjadi momen kebersamaan keluarga, di mana anak, cucu, hingga kerabat berkumpul untuk melaksanakan doa bersama dan menjaga hubungan kekeluargaan tetap harmonis. 

Dengan demikian, Cheng Beng menjadi salah satu warisan budaya yang terus hidup, tidak hanya di kalangan masyarakat Tionghoa di Tiongkok, tetapi juga di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Sementara itu, dupa berfungsi sebagai alat untuk memanggil arwah leluhur pada saat-saat tertentu, juga sebagai persembahan kepada orang yang telah meninggal dunia. Dupa yang dibakar masyarakat Tionghoa saat sembahyang, melambangkan keharuman yang diharapkan tersebar ke seluruh penjuru alam.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved