Dari Jalur Tikus ke Malaysia, Nasib Migran Ilegal Kalbar Jadi Sorotan Menteri P2MI

Dalam kunjungannya, Menteri Karding menyoroti tingginya kasus perdagangan orang (TPPO) yang masih terjadi di Kalbar. 

Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Faisal
KUNJUNGAN MENTERI P2MI - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding (kiri depan) bersama Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan (kanan depan) saat wawancara di Aula Mapolda Kalbar, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, pada Jumat, 20 Juni 2025. Menteri Karding menyoroti tingginya kasus perdagangan orang (TPPO) yang masih terjadi di Kalbar. Berdasarkan data Kementerian, perbandingan pekerja migran yang berangkat secara non-prosedural mencapai rasio 1 banding 3. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Faisal 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, melakukan kunjungan kerja di Aula Mapolda Kalbar, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, pada Jumat, 20 Juni 2025. dalam rangka Deklarasi Bersama Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dalam kunjungannya, Menteri Karding menyoroti tingginya kasus perdagangan orang (TPPO) yang masih terjadi di Kalbar. 

Berdasarkan data Kementerian, perbandingan pekerja migran yang berangkat secara non-prosedural mencapai rasio 1 banding 3 artinya, dari setiap satu orang yang berangkat secara resmi, ada tiga yang berangkat melalui jalur ilegal.

Korban TPPO dari Kalbar umumnya diselundupkan ke Malaysia, khususnya wilayah Sarawak dan Sabah. 

Mereka dipekerjakan secara paksa di sektor perkebunan dan konstruksi tanpa perlindungan hukum. Tak sedikit pula yang menjadi korban eksploitasi seksual dan kekerasan.

“Dari data nasional, sekitar 95 hingga 97 persen pekerja migran yang mengalami kekerasan atau ketidakadilan adalah mereka yang berangkat secara non-prosedural,” ungkapnya.

Tren perdagangan orang di Kalbar menunjukkan kecenderungan naik. Salah satu penyebabnya adalah besarnya permintaan tenaga kerja dari luar negeri, yang tidak sebanding dengan jumlah penempatan resmi. 

Tahun 2024, dari total 1,7 juta permintaan job order dari luar negeri, baru sekitar 297 ribu yang dapat diisi secara prosedural.

Modus yang paling sering digunakan adalah bujuk rayu melalui calo, pengurusan visa turis yang disulap menjadi visa kerja, hingga pemberangkatan diam-diam melalui jalur tikus perbatasan. Para pelaku juga menyasar warga desa yang minim informasi.

Baca juga: Gubernur Kalbar Hadiri Deklarasi Bersama Anti TPPO, Dorong Sinergi Cegah Pengiriman Pekerja Ilegal

“Modus calo ini sangat masif. Bahkan ada yang hanya bermodal paspor atau visa turis. Sekali berangkat dari Jakarta secara ilegal bisa sampai 200 orang dalam semalam,” jelas Karding.

Para pelaku TPPO terdiri dari jaringan lokal dan internasional. Tak sedikit kasus yang melibatkan oknum dari perangkat desa, bahkan dari pihak keluarga sendiri. 

“Ini sudah seperti bisnis narkoba. Tapi yang dipertaruhkan adalah nyawa rakyat kita,” ujarnya.

Sebagai langkah konkret, pemerintah membentuk Tim Reaksi Cepat, mengembangkan Migran Center di Kalbar, memperkuat sinergi antar instansi, serta menggencarkan sosialisasi bahaya TPPO hingga ke pelosok desa. 

“Kita permudah prosedur legal, percepat layanan, dan pastikan tidak ada pungutan liar dalam prosesnya,” tegasnya.

Deklarasi bersama ini, kata Menteri Karding, menjadi tonggak awal komitmen nasional untuk melindungi warga negara dari jeratan perdagangan orang, khususnya di wilayah perbatasan seperti Kalbar. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved