Merajut Asa Buruh Bongkar Muat Pelabuhan Tebas Kuala Kabupaten Sambas

Limin tidak sendiri, ada belasan rekannya yang menjadi buruh bongkar muat kapal di dermaga. Namun mudah mengenal Limin, ia selalu mengenakan helm kuni

Penulis: Imam Maksum | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/IMAM MAKSUM
BURUH BONGKAR MUAT - Warga Desa Tebas Kuala, Limin, terpaksa beralih menjadi buruh bongkar muat di pelabuhan Tebas Kuala, Senin 10 Maret 2025. Pekerjaan itu ia lakoni sejak berhenti jadi penambang motor sampan. Lantaran kondisi sepi akibat diresmikannya Jembatan Sungai Sambas Besar. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Langit tampak mendung, saat jam masih menunjuk pukul 09.00 wib. Di dermaga pelabuhan Tebas Kuala, Kecamatan Tebas, dua kapal ikan sedang tertambat, Senin 10 Maret 2025.

Salah satu kapal bewarna coklat ukurannya cukup besar dibanding kapal disebelahnya. Kapal ikan itu baru saja tiba dari Mida, Kepulauan Riau.

Kapal Mida itu membawa puluhan karung kopra, kelapa, ratusan sembako, dan tabung gas LPG ukuran 12 kilogram. Selain itu, kapal juga membawa ikan-ikan di dalam puluhan fiber.

Seorang pria jangkung, tampak sibuk mengangkat barang-barang dari dalam kapal untuk dibongkar. Ia adalah Limin, (35) warga Tebas Kuala, Kecamatan Tebas.

Limin tidak sendiri, ada belasan rekannya yang menjadi buruh bongkar muat kapal di dermaga. Namun mudah mengenal Limin, ia selalu mengenakan helm kuning di kepalanya.

Aktivitas Penambang Motor Penyeberangan Kuala Tebas Sambas Berhenti Usai JSSB Besar Diresmikan

Keringat bercucuran membasahi pakaian Limin. Tak terhitung sudah berapa kali ia mengangkat karung-karung berisi kopra dan kelapa. Ia juga membongkar arang dan sembako dari dalam kapal untuk dinaikan ke atas truk.

"Tadi saya mengangkat Indomie, barang koling karena dibawa dari pulau Mida, ada kelapa, kopra, dan arang juga," kata Limin, sambil menghela napas.

Limin bilang, sudah tugasnya membongkar muat barang-barang dari dalam kapal yang datang. Barang itu lalu dimuat ke atas truk.

"Dinaikan ke truk, lalu dibawa ke penjual-penjual, isinya tadi saya mengangkat Indomie ada buah-buahan dan macam-macam," ucap Limin.

"Ini yang datang dari Mida, ada kelapa, kopra, ikan fiber, ada juga tukar elpiji," sambungnya.

Limin lalu menyeletuk, hanya aktivitas bongkar muat yang tersisa di pelabuhan Kuala Tebas saat ini, sejak diresmikannya Jembatan Sungai Sambas Besar.  

"Yang aktif saat ini tinggal pelabuhan saja itu bongkar muat saja. Aktivitas dari kapal pulau," ucap Limin, yang juga mantan penambang perahu motor di Penyeberangan Kuala Tebas-Perigi Piyai.

Limit mengatakan, semenjak diresmikannya JSSB pada awal Maret 2025 lalu membuat aktivitas penyeberangan perahu motor berhenti. Masyarakat sudah punya akses jembatan untuk mobilitas.

"Kalau untuk menyeberangkan orang mungkin tidak ada lagi lah orang sudah beralih lewat jembatan kita pun sudah tahu kita kena dampaknya," katanya.

Limin mengaku, kondisi ini sudah jauh hari diprediksi. Hadirnya JSSB dirasa akan memastikan penghasilan penambang sampan motor tempat Limin bekerja.

"Biar bagaimanapun tetap kita terima sampai kapanpun pasti jembatan akan dibangun walaupun bukan hari ini, entah tahun-tahun ke depan pasti pembangunan akan terjadi," ujarnya.

Seperti tak ingin tenggelam dalam keadaan sulit. Limin membanting stir beralih profesi sebagai buruh bongkar muat pelabuhan. Pekerjaan itu mulai dilakoni sejak pelabuhan sepi.

Namun mewakili suara mantan penambang perahu lainnya, Limin berharap kondisinya diperhatikan pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat.

"Harapan saya ada kompensasi lah atas putusnya pekerjaan kami ini jadi pihak penambang pun sedang usahakan lah. Kepada pemerintah pusat memikirkan nasib kami semuanya," katanya.

Limin menyebut ada sekitar 100 lebih orang yang kehilangan pekerjaan dari berhentinya usaha tambang perahu motor di sana.

"Kawan-kawan penambang ini ramai juga. Kalau dihitung-hitung ada sekitar 100 lebih dengan sif-sifan. Adanya sif malam, siang, ada juga yang penyerap," tambahnya.

Dia menyebut cukup banyak yang terdampak kehilangan pekerjaan. Sebagai berupaya jadi buruh bongkar muat, namun sisanya ada yang terpaksa menganggur.

"Jadi ramai kawan yang terputus pekerjaan selama ada jembatan kita ini. Sementara hanya ini kerjaan kami buruh angkut, kedepan kita cari kerjaan lain sementara habiskan hingga lebaran bertahan dulu di sini," katanya.

Limin berharap kedepan ada pekerjaan layak untuk dirinya sehingga tak terus menerus mengandalkan pendapatan dari buruh bongkar muat di pelabuhan.

"Kedepannya mungkin ada kerjaan tetap kita tidak tahu. Kapal yang datang tidak tentu, kadang seminggu sekali, kadang dua kali seminggu," tuturnya.

Pendapatan Limin saat ini sangat bergantung pada jumlah kepala yang datang ke pelabuhan dan muatannya. Kalau kapal jarang tiba, kondisi yang dialami Limin pun sulit.

"Ini kondisinya muatan agak susah di Minda, kelapa sudah kurang kopra juga inipun banyak ke ikan. Sementara penghasil tidak tetap, tergantung kapal datang, kadang tidak ada kapal, tidak kerja kita, jadi harus cari sampingan," ungkapnya.

Untuk mensiasati itu, Limin sesekali memancing udang di Sungai Sambas Besar. Udang yang didapat lalu dijual, sisanya untuk dikonsumsi.

"Sambil mancing udang," kata Limin, pria lajang itu. Ia masih tinggal bersama orang tuanya di rumah beserta saudara-saudaranya.

Dia mengakui, hasil menjadi buruh bongkar muat yang tak seberapa sangat jauh dibanding pendapatan saat bekerja menambang perahu motor penyebrangan.

"Perbandingan pendapatan sangat jauh sekarang, kalau dulu penambang ada tetap, kalau buruh ini kalau ada kapal datang baru kita kerja," terangnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved