Renungan Harian

Renungan Kristen Minggu 8 September 2024, Bacaan Alkitab Markus 7 : 24 – 37

Renungan Kristen Minggu 8 September 2024 diambil dari Bacaan Alkitab 1: Yesaya 35 : 4 – 7a.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Renungan Kristen Minggu 8 September 2024 diambil dari Bacaan Alkitab 1: Yesaya 35 : 4 – 7a. Lalu Mazmur: Mazmur 146 : 1 – 10, Bacaan Alkitab 2: Yakobus 2 : 1 – 10, 14 – 17 dan Bacaan Alkitab 3: Markus 7 : 24 – 37. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Renungan Kristen Minggu 8 September 2024 diambil dari Bacaan Alkitab 1: Yesaya 35 : 4 – 7a.

Lalu Mazmur: Mazmur 146 : 1 – 10, Bacaan Alkitab 2: Yakobus 2 : 1 – 10, 14 – 17 dan Bacaan Alkitab 3: Markus 7 : 24 – 37.

Tema Liturgis: Kitab Suci Menguatkan Umat Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial.

Renungan harian Kristen hari ini berjudul “Don’t Judge A Book by Its Cover”.

Semoga bacaan renungan harian meneguhkan iman saudara.

Berikut ini renungan hari ini disadur dari gkjw.or.id.

[Cek Berita dan informasi Renungan Harian klik di Sini]

Renungan Kristen

Don’t judge a book by its cover adalah sebuah idiom dalam bahasa Inggris yang merupakan sebuah kalimat metafora. 

Kurang lebih artinya jangan menilai seseorang hanya dengan melihat penampilannya, terlebih bila kita belum mengenalnya dengan baik. 

Contoh: Ada sepasang suami istri yang pergi ke rumah sakit guna memeriksakan kehamilan si istri. 

Mereka memilih untuk naik angkot. 

Dalam angkot tersebut ternyata ada seorang laki-laki yang sekilas penampilannya seperti seorang preman yang sedang merokok. 

Si istri yang melihat laki-laki tersebut dan mencium bau rokok, secara reflek menutup hidungnya dan mengipas-ngipaskan tangannya, berusaha mengusir asap rokok yang menuju ke arahnya. 

Rupanya gerakan si istri itu menyadarkan laki-laki tersebut.

Ia menoleh ke arah mereka, tatapannya sejenak tertuju memandang si istri yang masih menutup hidung dan mengipaskan tangannya. 

Melihat hal itu si suami mulai resah, takut laki-laki tersebut akan tersinggung lalu berbuat hal yang tidak baik. 

Namun ternyata, laki-laki tersebut segera mematikan rokoknya yang masih panjang itu, membuka lebar jendela di dekatnya dan membuang rokok tersebut. 

Melihat hal itu mereka terkesima dan mengucapkan terimakasih. 

Demikian peristiwa yang sesuai dengan idiom don’t judge a book by its cover, dan tentu banyak hal dan peristiwa seperti contoh di atas.

Demikian dengan kehidupan gereja mula-mula pada waktu itu yang sering memandang dan menilai orang lain berdasarkan penampilan yang tampak dari luar saja. 

Rasul Yakobus mengecam kebiasaan yang tidak baik tersebut. 

Ia menunjukkan betapa jahatnya dosa memandang muka itu. 

Mereka diingatkan agar tidak memandang muka kepada orang yang masuk dalam perkumpulan, jangan pilih kasih. 

Yakobus memperingatkan penerima suratnya untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan fisik dan derajat sosialnya saja. 

Sebab sikap memandang muka jelas bertentangan dengan pernyataan bahwa Allah tidak membedakan siapa pun, karena Ia melihat hati, bukan penampilan lahiriah. 

Di samping itu, sikap memandang muka juga berarti kita sedang menempatkan diri lebih tinggi daripada orang lain. 

Kita menduduki posisi hakim yang tidak adil bagi sesama, serta melanggar hukum kasih. 

Siapakah kita sehingga berhak menentukan kepada siapa kita memberi hormat atau kepada siapa kita tidak memberi hormat.

Saling menilai berdasarkan kekayaan merupakan penyangkalan terhadap prinsip iman Kristen

Tuhan Yesus telah rela menjadi hina dan mati demi menyelamatkan manusia. 

Dalam hidup dan karya penyelamatan-Nya, nilai manusia diubah dari hal-hal yang kasat mata ke nilai baru, yang manusia peroleh hanya di dalam kasih dan penyelamatan-Nya. 

Kemuliaan manusia bukan terletak pada harta milik atau penampilan lahiriah. 

Hal itu salah karena : pertama, Allah justru memilih yang miskin untuk Dia jadikan kaya dalam iman, bahkan sebagai pewaris kerajaan-Nya. 

Kedua, Yakobus merujuk pada fakta zaman itu bahwa orang kaya dan berkuasa sering melawan Allah dan menindas orang papa. 

Bukan maksud Yakobus untuk menolak orang kaya, ia hanya mengingatkan agar orang tidak pilih kasih dalam hidup berjemaat.

Perubahan gaya hidup dan memandang kehidupan ini juga ditunjukkan bangsa Israel dalam bacaan pertama. 

Yesaya menggambarkan adanya perubahan situasi dari hal yang menakutkan menjadi sukacita melalui kehadiran Tuhan. 

Sukacita karena Allah membuat suatu perubahan yang sangat sulit dikerjakan oleh manusia. 

Perubahan ini semakin dinyatakan melalui ayat 5-6a: “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. 

Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai”. 

Sukacita karena Allah akan membuat alam menjadi sumber kehidupan dan kesegaran. 

Pekerjaan dan karya Allah semakin kita pahami melalui ayat 6b-7: “sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah gersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan”. 

Hal ini menyatakan adanya pembaruan ajaib yang jauh melebihi kuasa siapa pun dan sanggup memberikan sukacita yang sangat luar biasa.

Perubahan inilah yang harus dialami oleh para pengikut Kristus dalam kehidupan nyata. 

Tidak hanya berpikir seperti jemaat mula-mula: yang akan diselamatkan itu hanya orang-orang Yahudi saja, tetapi semua orang yang percaya kepada-Nya. 

Bacaan ketiga, Yesus mengetahui bahwa orang-orang malang yang memohon kepada-Nya mempunyai iman yang kuat, maka Dia sedang menguji iman mereka dan membuatnya terus berkembang. 

Perkataan-Nya, “Biarlah anak-anak kenyang dahulu” menunjukkan ada belas kasihan yang dipersiapkan bagi orang-orang non-Yahudi, dan waktunya tidak lama lagi, karena orang Yahudi sudah mulai kekenyangan dengan Injil Kristus, dan sebagian dari mereka ingin supaya Kristus meninggalkan daerah mereka. 

Anak-anak ini mulai bermain-main dengan makanan mereka, dan penolakan serta kebencian mereka akan menjadi perayaan bagi kaum non-Yahudi. 

Akhirnya Yesus mengabulkan permohonan orang non Yahudi itu karena oleh imannya.

Setelah peristiwa itu karya Yesus akan mukjizatnya berlangsung lagi. 

Ia menyembuhkan orang bisu dan tuli, sekaligus pemenuhan nubuatan dalam Yesaya pada bacaan pertama. 

Yesus menangani orang tuli secara khusus, berbeda dari cara penyembuhan yang biasa Dia lakukan. 

Orang itu dipisahkan dari orang banyak. 

Dia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, Ia meludah, dan meraba lidah orang itu. 

Selanjutnya Yesus menengadah ke langit dan berkata, “Efata!”. 

Ia menengadah ke langit agar orang itu mengerti bahwa kuasa untuk menyembuhkan datang dari Allah. 

Mukjizat pun terjadi: telinga orang itu bisa mendengar dan mulutnya bisa bicara.

Yesus bukan hanya menyembuhkan orang bisu dan tuli secara jasmani. 

Bukan hanya telinga dan lidahnya yang terbuka, tetapi hatinya pun jadi terbuka pada Yesus. 

Ini terlihat dari kesaksiannya pada orang banyak. 

Mulutnya tidak henti-hentinya membicarakan kuasa dan karya Yesus yang ia alami. 

Tak heran bila orang banyak pun menjadi takjub. 

Hal ini terjadi seperti apa yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya.

Doa Penutup

Dalam kehidupan nyata tiap hari, memandang muka ini masih sering dilakukan oleh orang percaya. 

Tentu sekali lagi ini menyangkali perjuangan dan keberpihakan Yesus kepada orang yang miskin dan papa. 

Sifat ini harus kita buang jauh-jauh dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. 

Siapakah kita sampai menghakimi orang lain dengan ukuran yang kita pakai?  

Don’t judge a book by its cover. 

Dengan demikian kita bisa menjadi saksi akan kebaikan yang Tuhan ajarkan pada kita umat-Nya. 

Tuhan memberkati kita semua.

Amin.

(*)

Informasi Terkini Tribun Pontianak Kunjungi Saluran WhatsApp

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kalbar Hari Ini Di sini

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved