Kisah Rita Hastarita Ekspedisi Mengantar Sepatu Anak Pedalaman di Desa Tanjung Lokang, Kapuas Hulu

Ia juga terharu melihat anak-anak disana yang tetap rajin bersekolah. Walau hanya ada satu sekolah dasar dan lima guru yang mengabdi disana.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/TribunFile
Rita Hastarita membagikan pengalamannya saat melakukan eskpedisi mengantar sepatu anak pedalaman di Desa Tanjung Lokang, Kapuas Hulu, di Triponcast bersama Tribun Pontianak yang dipandu oleh Jovanka selaku Host Tribun Pontianak, Rabu 13 Maret 2024. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Perjalanan sekitar 16 jam ditempuh oleh Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat Rita Hastarita bersama Tim dari Ibu Kota Provinsi Kalbar, menuju ke Desa Tanjung Lokang , Kabupaten Kapuas Hulu.

Rita pun membagikan pengalamannya saat melakukan eskpedisi mengantar sepatu anak pedalaman di Desa Tanjung Lokang, Kapuas Hulu, di Triponcast bersama Tribun Pontianak yang dipandu oleh Jovanka selaku Host Tribun Pontianak, Rabu 13 Maret 2024.

Rita membagikan kisah nya pada ekspedisi ini untuk langsung mengantarkan sepatu untuk pelajar, dan membawa bantuan lainnya seperti susu hingga sembako.

Rita mengatakan bahwa Desa Tanjung Lokang merupakan salah satu desa paling ujung di Kecamatan Putussibau Selatan. Sebab dari Kota Putussibau saja, jarak tempuh hanya bisa dilalui lewat jalur sungai dengan total perjalanan mencapai tujuh jam lamanya. Selain itu, kondisi air sungai yang deras dan banyak melalui riam yang ekstrem.

Namun kondisi ini tak menyulutkan semangat Rita untuk berkunjung kesana. Sebab banyak misi yang dibawa Rita dalam ekspedisi kali ini, diantaranya untuk menggali bagaimana Budaya Dayak Punan Hovongan, sekaligus melakukan kegiatan sosial pengantaran sepatu anak pedalaman, dan untuk memetakan infrastruktur pendidikan atau akses pendidikan yang tersedia di Desa Tanjung Lokang.

Baca juga: Tempuh 18 Jam Perjalanan, Rita Serahkan Sepatu untuk Pelajar di SDN 11 Desa Tanjung Lokang

“Ini menurut saya ekspedisi yang lumayan berat, karena untuk sampai di lokasi desa ini perjalanannya cukup ekstrem melalui jalur sungai dengan menggunakan longboat,” ujarnya.

Dalam ekspedisi ini, Rita tak pergi sendiri. Ia pergi bersama Tim dari Disdikbud Provinsi, juga didampingi Forum Arum Jeram Indonesia Kabupaten Kapuas Hulu, dan Relawan Rumah Zakat Kalbar, rekan media serta dijemput oleh kepala Desa Tanjung Lokang.

“Perjalanan kami waktu itu menggunakan dua longboat, dan sisanya membawa barang seperti sepatu, susu dan sembako,” ucapnya.

Rita menceritakan bahwa Jalur sungai menjadi satu-satunya akses menuju kesana. Desa ini juga masuk dalam kawasan Taman Nasional Betung Karihun , sehingga untuk pembangunan akses jalan kesana tentu perlu izin dari Kementrian.

“Maka dari itu jalur sungai menjadi akses yang ada saat ini, adapun jalan darat itu seperti jalan setapak,” ucap Rita.

Dikatakan Rita, awal perjalanan pada ekspedisi kali ini dimulai pukul 13.00 dari Kota Putussibau dengan jarak tempuh sekitar 6-7 jam untuk sampai ke lokasi.

“Kita berangkat pulul 13.00 WIB, dan saat itu ternyata kita kesoren, jadi Tim memutuskan harus menginap di Resort yang terletak di salah satu desa yang memang ditengah hutan. Dalam ekspedisi kali ini , kita juga harus bisa melihat kondisi alam, karena ada riam yang deras. Saat perjalanan kita waktu itu juga sempat hujan deras,” ujarnya.

Rita mengatakan Tim memutuskan untuk bermalam di resort kecil ditengah hutan, sebab saat itu kondisi hujan membuat akses menuju Desa Tanjung Lokang menjadi lebih berat, dengan kondisi banyak riam.

Bahkan, Rita dan Tim sempat kehujanan selama tiga jam saat diperjalanan.

“Dan bahkan ada beberapa titik sungai. Dimana barang dan penumpang harus turun, baru longboat bisa lewat karena aaksesnya arus yang berat. Yang hebat kali itu adalah motoris yang membawa kita untuk bisa sampai ke desa , dan bisa melalui arus air yang begitu ekstrem,” ujarnya.

Ketika melalui jalur air untuk sampai kesana, Rita mengatakan tidak terlalu takut, karena saat itu menggunakan APD lengkap, namun ada kekhawatiran karena di beberapa titik tidak bisa dilewati akibat arus air yang kuat.

“Tapi ada juga, kalau debit air kecil barang yang kita bawa juga harus di angkat, takutnya kipas sepit yang kita gunakan terkena batu. Sehingga membuat sepit tak bisa jalan,” ujarnya.

Dengan telah melewati perjalanan pada ekspedisi kali ini menuju desa Tanjung Lokang, Rita mengatakan sangat salut dengan masyarakat disana, yang ingin menuju Kota Putussibau, Kapuas Hulu harus sangat berjuang melalui akses jalur sungai yang ekstrem.

Namun saat ini, mereka pun sudah terbiasa dengan kondisi ini.

“Saat tiba disana rasanya semuanya terobati dengan keindahan alam yang ada, dan saya sangat terharu ketika kita sampai disana dan disambut dengan hangat oleh anak-anak dan masyarakat disana. Sebab tak banyak orang yang datang untuk berkunjung ke desa tersebut,” ujarnya.

Ia juga terharu melihat anak-anak disana yang tetap rajin bersekolah. Walau hanya ada satu sekolah dasar dan lima guru yang mengabdi disana.

Rita mengatakan dalam perjalanan kali ini lebih banyak sukanya.

Walaupun perjalanan ekstrem dan menantang, karena taruhannya nyawa dengan kondisi air saat itu deras dan banyak sekali riam.

Akhirnya semuanya terobati dan bisa sampai dengan selamat dan disambut dengan hangat disana.

“Sebenarnya bantuan yang kita bawa ini bisa kita kirim tanpa harus kita pergi, tapi kita ingin memberikan support moril secara langsung, agar mereka tahu bahwa kita ada untuk mereka, dan guru juga merasa bahwa mereka juga diperhatikan. Dan kita juga bisa sekaligus melakukan pemetaan dibidang pendidikan,” ujarnya.

Hal ini juga selaras dengan jiwa Rita, yang memang suka kelapangan, karena dikatakannya hampir 60 persen ia bekerja di lapangan, sisanya 40 persen di kantor.

“Karena saya harus tau kondisi dilapangan agar tepat dalam mengambil keputusan, dan saya selalu ingin menjangkau yang jauh dan sulit,” ujarnya.

Pada ekspedisi kali ini, Rita dan Tim membawa sebanyak 53 pasang sepatu yang dibagikan ke siswa disana, yang mana sebelum pergi mereka sudah berkoordinasi dengan kepala sekolah dan kepala desa setempat.

Sehinga didapatkan data jumlah siswa dan ukuran sepatu tiap siswa.

“Karena pengalaman sebelum-sebelumnya, takutnya sepatu yang kita bagikan tidak pas ukurannya harus kita tukar lagi. Jadi sekarang kita siapkan by data,” ujarnya.

Rita pun terharu melihat respon anak-anak disana saat menerima sepatu yang mereka bawa langsung ke sekolah tersebut.

“Mereka tentu bahagia, dan senang. Waktu kita bagikan mereka kumpul di kelas pakai seragam , walaupun tampak ada beberapa seragam anak yang kurang layak, tapi mereka tetap semangat dalam menuntut ilmu. Dan memang rata-rata siswa disana jarang pakai sepatu ke sekolah,” ujarnya.

Terhadap kondisi akses pendidikan di Desa Tanjung Lokang ini, Rita mengatakan hanya ada satu sekolah disana yakni SDN 11 Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu.

“Selain mengantar sepatu, saat kita sampai disana ternyata hanya ada SD disana. Dan bahkan untuk lanjut SMP , siswa harus ke Puttusibau. Sehingga 50 persen siswa tidak melanjutkan sekolah, dan sisanya melanjutkan ke Kota,” ujar Rita.

Atas kondisi ini, Rita pun mengatakan telah berdiskusi untuk memfasilitasi layanan pendidikan khusus untuk anak disana, tak perlu bangunan tambahan, cukup menggunakaan gedung yang ada saat ini.

Dan tambahan beberapa guru untuk mengajar SMP, ataupun SMA.

“Dan untuk tenaga pendidik, kita bisa berikan guru dengan pola bergantian untuk mengajar kesana. Saya juga ingin mengapresiasi guru yang sudah mendedikasikan dirinya untuk mengajar di pedalaman Kalbar,” pungkas Rita. (*)

Dapatkan Informasi Terkini dari Tribun Pontianak via SW DI SINI

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kalbar Hari Ini Di sini

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved