Khazanah Islam

CONTOH Materi Khutbah Jumat Pamungkas Bulan Syaban 1445 Hijriah, Lengkap Khutbah Kedua

Jumat 8 Maret 2024 akan menjadi akan menjadi Shalat Jumat terkahir di bulan Syaban 1445 Hijriah.

Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ENDRO
Simak Contoh materi Khutbah Jumat Terakhir di bulan Syaban 1445 Hijriah. 

Seolah-oleh sudah menjadi kebiasaan apabila memasuki bulan Syakban, kita sering mendengar dan melihat sikap sebagaian dari umat Islam yang pro dan kontra terhadap amaliah bulan Syakban. Sering terjadi pembicaraan, diskusi publik, bahkan acapkali terjadi perdebatan sengit sampai kepada saling tuduh melakukan amaliah bid’ah dalam melakukan ritual di bulan Syakban, mulai puasa, shalat sunnah di malam nisfu syakban, mendoakan arwah yang sudah meninggal sampai kepada sedekah ruwah. Maka ada baiknya pada penyampaian khutbah kali ini, kita akan membicarakan tentang berbagai pendapat para ulama dalam menyikapi kegiatan ibadah di bulan Syakban ini.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Sebelum kita menyimak pandangan para ulama, kita lihat terlebih dahulu makna atau asal-usul dinamakan bulan Syakban. Menurut Syekh Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitabnya Fathul Bari kitab syarah dari kitab Shahih Bukhari. Beliau berpendapat bahwa bulan Syakban adalah bulan sesudah bulan Rajab dan sebelum bulan suci Ramadhan. Bulan kejepit, bulan yang sering terlupakan. Pada zaman Rasulullah Saw. kaum muslimin sering berpencar mencari air ke lembah-lembah dan gua-gua. Oleh karena itulah bulan Syakban ini sering dilupakan orang, karena bulan Rajab telah berlalu dan menanti bulan Ramadhan tiba.

Dengan dilandasi faktor sejarah inilah para pegiat ibadah dan pencinta amal-amal kebajikan, memanfaatkan bulan yang sering terlupakan ini dengan berbagai amal kebaikan. Adapun pendapat-pendapat para ulama terhadap kegiatan di bulan Syakban ini diantaranya:

Pertama, Syekh Ibnu Hajar al-Atsqalani berpendapat tentang puasa sunnah yang dilakukan di bulan Syakban. Ujarnya: bahwa apabila engkau berkata apa maksudnya dan apa kualitas hadits bahwa Rasulullah Saw. banyak berpuasa sunnah di buan Syakban. Maka jawabannya adalah bahwa hadits-hadis Shahih menegaskan Allah mengangkat (catatan) amal-amal malam sebelum amal siang (pagi), dan amal-amal di siang sebelum amal-amal malam hari (sore). Maka ini mengandung dua makna. Yakni amal-amal seorang hamba itu dikembalikan kepada Allah setiap hari (pagi dan sore), lalu dikembalikan pula amaliah Jum’at sebagai amaliah mingguan di setiap hari Senin dan Kamis. Lalu dikembalikan pula amaliah dalam setahun itu di bulan Syakban.

Beliau ini mengemukakan pendapatnya dalam memahami kalimat dalam hadits تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ (bulan diangkatnya segala amal). Karena sejatinya setiap amal perbuatan anak cucu adam itu dicatat oleh malaikat petugas pencatat Amal. Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Qamar ayat ke- 52-53:

وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوْهُ فِى الزُّبُرِ. وَكُلُّ صَغِيْرٍ وَّكَبِيْرٍ مُّسْتَطَرٌ.

Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. Dan segala (sesuatu) yang kecil maupun yang besar (semuanya) tertulis.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hadits tentang puasa sunnah di buan Syakban adalah shahih, hampir tidak ada ikhtilaf (pertentangan) diantara para ulama.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Adapun pendapat para ulama perihal pandangannya terhadap kegiatan malam nisfu Syakban adalah sangat beragam. Ada yang berpendapat sunnah dengan diisi pelaksanaan shalat sunnah mutlaq, dan bacaan-bacaan al-Quran. Ulama-ulama yang berpendapat beramaliah pada malam nisfu syakban ini sunnah, adalah kebanyakan ulama-ulama dari Syam dan Syiria dan ulama-ulama Basyrah (Irak). Adapun ulama-ulama yang berpendapat bahwa amaliah di malam nisfu syakban itu bid’ah adalah ulama-ulama ulama Hijaz. Yang tergolong daerah Hijaz adalah Makkah dan Madinah. Diantara ulama yang mengingkarinya adalah Atha’ bin Mulaikah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan beberapa ulama dari madzhab Malikiyah. Secara jumhur (mayoritas) mengatakan bahwa amaliah nisfu Syakban adalah bid’ah.

Kaum muslimin Rahimakumullah,

Apabila ditelusuri dari sisi sejarah ternyata amaliah malam nisfu Syakban itu muncul sejak generasi Tabi’in dan digali dari tradisi ulama-ulama salaf. Misalnya tokoh ulama yang dijadikan perawi hadits Bukhari dan Muslim, seperti Khalid bin Ma’dan, Lukman bin Amir, Makhul. Mereka adalah perawi hadits yang dijadikan jalur periwayatan Bukhari dan Muslim ini, mereka yang disebutkan namanya tersebut dinilai oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani adalah orang-orang jujur.

Mengenai amaliah malam nisfu syakban diisi dengan shalat sunnah Mutlaq atau membaca al-Qur’an dengan berkumpul secara berjamaah, hal demikian juga terdapat pendapat yang bersebrangan. Ada yang berpendapat sunnah dan ada yang berpendapat makruh. Bahkan ada yang berpendapat sunnah apabila pelaksanaannya dilaksanakan secara sendirian di rumah, dan makruh apabila dilaksanakan secara berjamaah di masjid.

Terlepas dari pro dan kontra terhadap amaliah di pertengahan bulan Syakban (nisfu syakban), ada perlu diingat oleh kaum muslimin, bahwa pada bulan Syakbanlah peristiwa penting terjadi, yakni peristiwa perpindahan arah kiblat dari al-Masjid al-Aqsha di Palestina ke al-Masjid al-Haram di Makkah. Ayat tersebut turun pada malam di bulan Syakban.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved