Ayah Rudapaksa Putrinya

Pengamat Jelaskan Hukuman Ayah Lakukan Tidak Pidana Seksual Pada Anak

Seorang ayah, kata Herman seharusnya memelihara dan melindungi anak perempuannya itu. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Ferryanto
BA (46) pelaku perkosaan putrinya yang hingga hamil 2 kali bersama istrinya AF (45) saat dihadirkan di Polres Kubu Raya, Jumat 17 Vovember 2023. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Belum lama ini kasus pemerkosaan atau hubungan intim antar ayah dan anak kandung yang dibantu oleh sang ibu untuk menggugurkan kandungan terjadi di Kabupaten Kubu Raya.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi Munawar mengatakan seorang ayah seharusnya menjadi figur pendidik, pemelihara dan pelindung bagi keluarga serta akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya dalam rumah tangga. 

Ia juga mengungkapkan, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan harus bertanggungjawab atas siapa yang dipimpinnya dalam rumah tangga.

Kemudian demikian pula seorang ibu, bersama sang suami harus bertanggungjawab atas anaknya.

Dengan adanya kejadian yang terjadi di Kabupaten Kubu Raya tersebut, ia mengaku sangat prihatin.

"Kejadian ini sangat memprihatinkan di tengah-tengah masyarakat, yaitu seorang ayah menghamili anak perempuannya sendiri. Hal ini menunjukkan betapa bejatnya moral ayah tersebut jika ia melakukannya secara paksa, dan betapa bejatnya moral ayah," katanya kepada TribunPontianak, Sabtu 18 November 2023.

Ayah Perkosa Putrinya di Kubu Raya, Korban Hamil Dua Kali hingga Keguguran, Sang Ibu Malah Biarkan

Ia mengungkapkan, hal itu seharusnya tidak boleh terjadi.

Karena seorang ayah yang normal tidak akan bernafsu melihat anak perempuannya, karena ia adalah darah dagingnya sendiri.

Seorang ayah, kata Herman seharusnya memelihara dan melindungi anak perempuannya itu. 

"Anak yang seharusnya dilindungi malah justru dirusak dan dihancurkan masa depannya oleh ayahnya sendiri. Peribahasa mengatakan: “Pagar makan tanaman”. Ini menunjukkan terjadinya kebejatan dan kerusakan moral yang parah di dalam masyarakat kita akhir-akhir ini. Tidak ada akal sehat atau agama atau adat istiadat yang menerima hal ini," tuturnya.

Oleh karena itu, ia juga mengatakan segala upaya harus dikerahkan oleh semua pihak, pemda KKR seharusnya merasa risih dan tidak berdiam diri dengan fenomena ini dan berusaha untuk keluar dari zona kebiadaban ini.

Tokoh masyarakat dan bahkan seluruh lapisan masyarakat harus berusaha juga agar ke depan kejadian tersebut tidak terulang atau semakin meluas.

Ia juga menjelaskan, atmosfir kehidupan semakin kotor ini harus segera mencari langkah preventif. Fenomena ini tidak hanya  bisa mengendalikan bergeraknya hukum untuk efek jera akan tetapi juga pendekatan  sosiologis sangat penting.

"Hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal Pasal 285 KUHP, dihukum karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun dan Pasal 291 apabila kejahatan seksual mengakibatkan luka-luka, maka pelakunya diancam hukuman maksimal 12 tahun," katanya.

"Serta UU. No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT, pada pasal 8 dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 36 juta rupiah dan dipidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit 12 juta dan paling banyak 300 juta dan UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana sanksi hukum yang diberikan maksimal dipenjara selama 15," tambahnya.

Kalbar Populer Hari Ini: Ratusan Warga Demo di Polda Kalbar, Ayah Perkosa Putri Kandung di Kubu Raya

Tak hanya itu, ia juga menjelaskan ketika seorang ayah melakukan tindak pidana memperkosa anak kandungnya berdasarkan ketentuan Pasal 285 dan Pasal 291KUHP, Pasal 8 dan Pasal 59 b UU. No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT, dan Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan sanksi hukum dipenjara selama 12 tahun dan maksimal selama 15 tahun. Serta dijerat Pasal 81 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

"Selain hukuman penjara, ayah bejat itu tidak dapat bertindak sebagai wali dalam pernikahan anak kandungnya tersebut. Hal ini menjadi sebab berpindahnya hak perwalian dari ayah kandung sebagai wali nasab kepada urutan wali berikutnya baik dari nasab ke nasab  maupun dari nasab ke hakim," jelasnya.

Untuk itu, ia berharap kepada aparat penegak hukum baik kepolisian memiliki Sense the Crisis of Morality dengan memperhatikan  dengan sungguh-sungguh setiap laporan  masyarakat. 

"Tidak ada pembiaran atas laporan masyarakat. Tentu saja diharapkan Kejaksaan pun peka dengan kondisi miris  seperti ini dan benteng pertahanan keadilan terakhir adalah Majelis Hakim diharapkan dapat memberikan vonis yang dapat menimbulkan efek jera dan rasa keadilan di masyarakat," tutupnya.

(*)  

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kota Pontianak Hari Ini Di sini 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved