REKAM JEJAK Anwar Usman yang Diberhentikan dari Ketua MK! Awal Karier Guru Honorer dan Bintang Film
Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor...
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023.
Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa 7 November 2023.
Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
• Harta Kekayaan Terbaru Ketua MK Anwar Usman, Sosok Ipar Presiden Jokowi dan Paman Gibran Rakabuming
Berikut pofil Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H mengutip dari website Mahkamah Konstitusi RI, www.mkri.id:
Mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975, tidak membatasi langkah Anwar Usman menjadi seorang Hakim Konstitusi seperti sekarang.
Keterpilihannya sebagai pengganti M. Arsyad Sanusi, dipandang oleh pria kelahiran 31 Desember 1956 merupakan jalan takdir yang dipilihkan Allah SWT untuknya.
“Saya sama sekali tak pernah membayangkan untuk mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden. Saya juga tak pernah membayangkan bisa terpilih menjadi salah satu hakim konstitusi,” jelas suami dari Hj. Suhada yang merupakan seorang bidan yang kini mengurus RS Wijaya Kusuma, Lumajang, dan RS Budhi Jaya Utama, Depok.
Anwar yang dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian.
Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orangtuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
“Selama sekitar enam tahun hidup terpisah dari orangtua, saya banyak belajar tentang disiplin dan kemandirian, karena memang sebagian hidup saya habiskan di perantauan,” jelas putra asli Bima, Nusa Tenggara Barat ini.
Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1.
Ia pun memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984. “Teman-teman saya sesama PGAN kala itu banyak memilih untuk melanjutkan pendidikan ke IAIN, mengambil fakultas tarbiyah, fakultas syariah atau fakultas lainnya.
Adapula yang melanjutkan pendidikan ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Jarang yang memilih fakultas hukum.
Akan tetapi, saya tidak melepaskan diri dari dunia pendidikan yang menjadi basic saya.
Terbukti SD Kalibaru tempat pertama kali saya mengadu nasib di Jakarta pada 1975 telah berkembang menjadi sebuah yayasan pendidikan dengan berbagai jenis dan tingkatan pendidikan.
Saya pun terpilih dan diangkat menjadi Ketua Yayasan sampai saat ini,” ujar pria yang gemar menyanyikan lagu-lagu Broeri Marantika.
• Live Hasil Putusan MK Usia Capres Tidak Boleh 70 Tahun Ke Atas, Anwar Usman Pimpin Persidangan
Pecinta Teater
Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara.
Dirinya pun sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980.
“Saya hanya mendapat peran kecil, namun menjadi suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Bapak Ismail Soebarjo, apalagi film yang berjudul “Perempuan dalam Pasungan” menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra,” kenang pria yang meraih gelar Doktor pada Universitas Gadjah Mada.
Akan tetapi, keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orangtuanya. “Ketika film itu meledak, sampailah film itu ke Bima.
Kebetulan di film itu ada adegan saya jalan berdua seorang wanita di Pasar Cikini, orang-orang di kampung saya, heboh semua.
Padahal di film itu saya hanya sebagai penggembira saja. Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, ‘Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya sambil tersenyum.
Anwar mengenang keterlibatannya dalam dunia teater sebagai salah satu pengalaman dia yang paling berkesan.
Menurut pria yang ramah ini, dunia teater mengajarkannya banyak hal termasuk tentang filosofi kehidupan.
Dunia teater dan film, menurut mantan Hakim Yustisial Mahkamah Agung ini, pada intinya mengandung unsur edukasi yang mengajak pada kebajikan, termasuk bagaimana bersikap dan bertutur kata.
“Mengucapkan sumpah seorang diri di hadapan Presiden SBY, banyak teman yang khawatir. Tapi, Alhamdulillah, berkat pengalaman saya di bidang teater, saya bisa mengatasi kegugupan dan tidak demam panggung ketika harus mengucapkan lafal sumpah,” urai mantan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2006 – 2011 ini.
Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim.
Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.
“Menjadi hakim, sebenarnya bukanlah cita-cita saya. Namun, ketika Allah menginginkan, di manapun saya dipercaya atau diamanahkan dalam suatu jabatan apapun, bagi saya itu menjadi lahan untuk beribadah. Insya Allah saya akan memegang dan melaksanakan amanah itu dengan sebaik-baiknya,” urai pria berjenggot lebat yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Atambua dan Pengadilan Negeri Lumajang tersebut.
• Minilik Aset Ketua MK 2 Periode Anwar Usman, Sang Ipar Presiden Jokowi Ternyata Banyak Tanah Warisan
Tegakkan Keadilan dan Jaga Etika Hakim Konstitusi
Sosok sederhana ini menganggap prestasi tertingginya dalam dunia peradilan sebagai hakim konstitusi, jauh dari bayangannya selama ini.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini.
Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
“Saya sudah sering berkomunikasi dengan Pak Hamdan sejak beliau menjadi Anggota Komisi II DPR. Begitu juga halnya dengan Pak Akil (M. Akil Mochtar, red.). Sementara itu, dengan Pak Fadlil (Ahmad Fadlil Sumadi, red.) karena kami pernah bersama-sama di Mahkamah Agung,” ujarnya.
Menurut Anwar, semenjak Mahkamah Konstitusi berdiri ia selalu mengikuti perkembangan lembaga yang dipimpin oleh Moh.
Mahfud MD tersebut sehingga tidak sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan di MK.
“Saya langsung beradaptasi. Apalagi Pak Ketua langsung mengajak saya untuk ikut bersidang sesaat setelah saya mengucapkan sumpah di hadapan Presiden. Saya dengar dari teman-teman Kepaniteraan bahwa sidang di MK terkadang sampai tengah malam. Tentu saya pun siap untuk itu,” paparnya.
Prinsip Anwar dalam menjalankan tugas sebagai hakim selama ini selalu mencontoh Rasulullah SAW. Dia menyitir kisah Nabi Muhammad SAW.
“Dikisahkan dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW pernah didatangi oleh pimpinan kaum Quraisy untuk meminta perlakuan khusus terhadap anak bangsawan Quraisy yang mencuri. Beliau dengan bijak mengatakan, ‘Demi Allah, jika Fatimah, anakku sendiri mencuri, akan aku potong tangannya’. Artinya, penegakan hukum dan keadilan harus diberlakukan terhadap siapapun tanpa kecuali,” jelasnya.
Disinggung mengenai istri dan ketiga anaknya, pria yang murah senyum inipun menganggap keluarganya sebagai penopang kariernya yang utama.
Baginya, dukungan dari sang istri dan ketiga buah hatinya mampu membuatnya bertahan hingga puncak kariernya sebagai hakim konstitusi ini. Ia pun membedakan urusan keluarga dengan urusan pekerjaan.
“Keluarga adalah segala-galanya. Alhamdulillah, sejak awal, istri dan anak saya tercinta mengerti dan memahami untuk tidak mencampuri urusan pekerjaan kantor, tanpa saya minta.
Mereka pun tetap mendukung saya,” tandas ayah dari Kurniati Anwar, Kahiril Anwar dan Sheila Anwar ini.
Tempat, tanggal lahir :
- Bima, 31 Desember 1956
Jabatan:
- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Pertama (14 Januari 2015 – 11 April 2016)
- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Periode Kedua (11 April 2016 s/d 2 April 2018)
Hakim Konsttusi
- Periode Pertama (6 April 2011 s/d 6 April 2016)
- Periode Kedua (6 April 2016 s/d 6 April 2026)
Keluarga:
- Istri: Suhada
Anak:
- Kurniati Anwar
- Khairil Anwar
- Sheila Anwar
Pendidikan:
- Sekolah Dasar Negeri Bima (1969)
- PGAN di Bima (1973)
- PGAAN di Bima (1975)
- S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (1984)
- S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta (2001)
- S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2010). (*)
Anwar Usman
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
MKMK
Mahkamah Konstitusi
Jimly Asshiddiqie
Bintan R Saragih
Wahiduddin Adams
Hakim Konstitusi
Nabi Muhammad
CONTOH Pidato Singkat Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Tengah Masyarakat |
![]() |
---|
Wabup Amru: Bangun Karakter Generasi Muda Religius untuk Masa Depan Kayong Utara |
![]() |
---|
AMALAN Malam Maulid 12 Rabiul Awal Mulai Baca Alquran Hingga Sejarah Perjalanan Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
CONTOH dan Struktur Proposal Pengajuan Kegiatan Keagamaan Hari Besar Islam Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
CONTOH Naskah Pidato Kegiatan Keagamaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.