KLHK Sosialisasikan FOLU Net Sink 2030 Ke Mahasiswa di Sumatera Utara

Ruandha mengawali materi paparannya dengan menampilkan perspektif dampak buruk perubahan iklim yang saat ini tengah terjadi di dunia.

Editor: Jamadin
Humas KLHK
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyelenggarakan Loka Karya Nasional bertema "Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia's FOLU Net Sink 2030, di Universitas Sumatera Utara, Medan, pada Jumat 16 Juni 2023. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEDAN - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyelenggarakan Loka Karya Nasional bertema "Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia's FOLU Net Sink 2030, di Universitas Sumatera Utara , Medan, pada Jumat 16 Juni 2023.

Sekitar 500 mahasiswa hadir dan mengikuti jalannya Loka Karya Nasional tersebut.

Loka karya nasional ini merupakan hasil kerjasama KLHK bersama dengan Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan (FOReTIKA).

Hadir mewakili Menteri LHK, Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Ruandha A. Sugardiman membuka dan memberikan materi paparan di hadapan para mahasiswa.

Ruandha mengawali materi paparannya dengan menampilkan perspektif dampak buruk perubahan iklim yang saat ini tengah terjadi di dunia.

Mencairnya gunung es di kutub bumi akibat naiknya temperatur suhu bumi yang dapat memicu kenaikan muka air laut, kemudian mengarah kepada abrasi pantai-pantai di Indonesia. Gambaran tersebut membuat para mahasiswa menyimak serius penyampaian materi.

Pemprov Kalbar Gelar Lokakarya Rencana Kerja Akselerasi Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

Usai memberikan gambaran dampak buruk perubahan iklim, Ruandha kemudian menjelaskan upaya-upaya yang tengah dilakukan Indonesia dalam mencegah kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius. Ruandha menjelaskan bahwa, salah satu sektor utama dalam pengendalian perubahan iklim adalah kehutanan.

Menurut Ruandha, komitmen Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contributions (NDC) sektor kehutanan memiliki presentase terbesar (17,4%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Energi 12,5%,iIndustri 0,2%, Pertanian 0,3%, Limbah 1,4%). Dirinya menerangkan bahwa Hutan Indonesia dengan pepohonan didalamnya, dapat menyerap sumber utama emisi yaitu CO2 dan mengubahnya menjadi O2.

"Dengan mesin alami berupa hutan kita yang ciptaan Allah SWT, mampu mengkonversi CO2 menjadi O2 dan menyimpan karbonnya di dalam batang pohon. Hutan kita merupakan kemampuan dan kekuatan Indonesia dalam menyerap emisi dan menjadi paru-paru dunia, " terang Ruandha.

Selanjutnya, aspirasi dan tekad baik untuk meningkatkan ambisi penurunan emisi melalui Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050 atau LTS-LCCR 2050), dimana sektor kehutanan dan lahan (FOLU) akan mencapai net sink pada tahun 2030 dan selanjutnya sektor FOLU juga akan berfungsi sebagai penyerap karbon sektor lain.

Dalam dokumen LTS-LCCR 2050, Indonesia membangun skenario dengan hitungan yang cukup rumit karena ada kebutuhan untuk sebuah keyakinan untuk semua aspek bisa diputuskan dan diproyeksikan bahwa sektor FOLU akan mampu mencapai kondisi Net Sink mulai tahun 2030.

Skenario ini dibangun berdasarkan atas hasil kinerja bersama dalam melakukan koreksi kebijakan dan corrective actions sektor kehutanan termasuk mangrove, gambut, karhutla, dan sebagainya selama lebih dari tujuh tahun terakhir, yang didukung oleh hasil pencermatan mendalam atas berbagai persoalan sektor kehutanan yang telah berlangsung selama belasan hingga puluhan tahun.

FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Kebijakan ini lahir sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi GRK serta mengendalikan perubahan iklim yang terjadi beserta dampaknya.

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Pada Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan carbon net sink (penyerapan karbon bersih yang merujuk pada jumlah penyerapan emisi karbon yang jauh lebih banyak dari yang dilepaskannya). Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved